Banyuwangi - Harga komoditas cabai di Banyuwangi benar-benar terjun bebas. Terbaru, harga cabai menyentuh level terendah di angka Rp3500 per kilogram di level petani.
Untuk kualitas wahid, harga cabai besar berkisar Rp4000 di tingkat petani. Sedangkan kualitas biasa harga jual berkisar di angka Rp3.500. Kisaran harga tersebut cukup membuat petani kelimpungan.
Tak hanya tercekik, ancaman gulung tikar sudah didepan mata. Jika terus bertahan, petani bersiap menggulung modal mereka menjadi hutang.
Agus Waji (52), petani cabai asal Dusun Sidorejo, Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, mengungkap, ini merupakan harga paling rendah selama lima tahun terakhir. Dulu kondisi ini sempat terjadi sewaktu pandemi.
"Pernah harga dibawah Rp5000 pada masa Corona. Setelah itu terjadi fluktuasi dan tidak pernah harga dibawah segitu," ujarnya, Kamis (03/9/2024).
Setidaknya Agus saat ini memiliki dua hektare lahan cabai yang sudah memasuki masa panen. Modal untuk perawatan hingga masa panen ditaksir mencapai Rp250 juta.
Jika harga jual masih di kisaran Rp.3.500 tidak akan cukup menutupi modal yang dikeluarkan Agus. Ditambah lagi kualitas cabai siap panen bakal menurun karena faktor cuaca ekstrem.
"Oh ya hancur. Apalagi cuacanya ekstrem kayak gini yang turut berpengaruh pada kualitas dan hasil panen yang diperoleh. Ini saja pada awal panen cuma dapat sekarung (sekitar 40 kg)," kata Agus.
Padahal, kata Agus, lahan seluas dua hektare idealnya hasil panen awal yang diperoleh kurang lebih 2 kuintal. Namun, karena cuaca ekstrem yang menyebabkan sejumlah gejala penyakit pada cabai turut mempengaruhi hasil panen yang didapatkan.
"Kalau cuaca seperti ini pasti berpengaruh. Rawan terkena penyakit seperti jamur dan daun rontok. Otomatis bakal menambah ongkos pengeluaran beli obat," terangnya.
Menurut Agus, untuk bisa mengembalikan modal saja dibutuhkan harga jual di kisaran Rp10.000 sampai dengan Rp.15.000 per kilogram. Jika dibawah harga tersebut, dipastikan modal tak akan kembali.
Markamah (42), petani asal Dusun Krajan, Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu merasakan dampak serupa akibat jebloknya harga cabai. Ancaman rugi kini membayangi lahan cabai seluas 1 hektare miliknya.
Ia mengungkap sudah sebulan ini harga cabai besar terus terkoreksi. Turunnya pun bertahap dan terus terjadi hampir setiap hari.
"Bulan lalu masih Rp10.000 terus menurun sampai dibawah Rp5000 sekarang. Kalau harga tidak bergeser atau naik sudah pasti rugi," ungkapnya.
Modal perawatan yang dikeluarkan pun tak main-main. Mencapai hampir separuh yang dikeluarkan Agus Waji. Bebannya pun turut bertambah ditengah modal besar untuk kebutuhan pupuk dan obat-obatan.
Itupun diambilkan dari hutang kepada juragan yang ia setori cabai selama ini. Bayangan hutang menumpuk sudah di depan mata Istiqomah.
"Pupuk mahal ditambah harga obat mahal. Pasrah sudah. semoga ada solusi dari pemerintah soal harga yang anjlok sekarang ini," tambahnya.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskop-UMP) Kabupaten Banyuwangi Nanin Oktavianti mengatakan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Pangan menyoal anjloknya harga cabai saat ini.
"Terkait turunnya harga cabai besar, kami sudah berkomunikasi dengan Dinas Pertanian (bidang hortikultura) sebagai stake holder teknis terkait," ujarnya.
Dari informasi yang dihimpun, turunnya harga cabai, lanjut Nanin, dikarenakan secara kualitas dan kuantitas produktivitas cabai besar sangat baik. Akan tetapi permintaan pasar tetap.
"Produktivitas (cabai besar) sebenarnya baik namun permintaan di tingkat konsumen tidak ada peningkatan atau tetap. Harga cabai besar saat ini di tingkat petani Rp3000 - Rp4.500 per kilogram. Lebih rendah dari harga normal yakni 25.000 per kilogram," terangnya.
Buntut dari anjloknya harga cabai, asosiasi petani cabai besar di Banyuwangi meminta agar disediakan industri yang bisa menampung hasil panen disaat harga anjlok seperti ini. Nanin menambahkan, permintaan itu sudah diterima oleh Dinas Pertanian dari asosiasi petani cabai besar di Banyuwangi.
"Sudah kami terima juga bahwa dari asosiasi petani cabe besar ingin ada industri food and beverage yg bisa segera menyerap atau mengolah hasil panen cabai," ujarnya.
Guna menjembatani keinginan asosiasi petani itu jika dinas terkait dan tim asosiasi sudah berkoordinasi dari tingkatan provinsi hingga kementerian pusat.
"Upaya itu dilakukan agar ada industri yang bisa menyerap panen petani. Sedangkan yang sudah bekerjasama di industri pengolahan hanya 5 sampai 10 persen dari total seluruh petani cabai besar di Banyuwangi," pungkasnya.
Baca juga: Perjuangan Belasan KPPS di Banyuwangi untuk Datang ke Lokasi Pelantikan
Editor : Achmad S