Sebut Organisasi Terlarang ketika Kampanye, Akademisi Unej Nilai Kurang Bijak

Sebut Organisasi Terlarang ketika Kampanye, Akademisi Unej Nilai Kurang Bijak © mili.id

Dosen dan Akademisi Unej Ikwan Setiawan soroti kegiatan kampanye Pilkada Jember. (Atta Hatta/Mili.id)

.Jember - Orasi kampanye Pilkada 2024 dengan menyebut nama organisasi terlarang dan gerakan kelam sejarah. Menurut Akademisi Universitas Jember (Unej) Ikwan Setiawan, merupakan tindakan yang kurang bijak.

Sebab pengungkapan organisasi terlarang maupun gerakannya yang negatif, dirasa tidak perlu dilakukan, terlebih jika dikaitkan dengan isu elektoral dalam proses pemilu.

Baca juga: Data Real Count Internal, Pasangan Fawait-Djos Menang Pilkada Jember

Menurut Ikwan, dalam kontestasi pemilu maupun pilkada saat ini, terlebih di era penyebaran informasi luas dan bebas melalui medsos, cukup disampaikan soal kewaspadaan dan antisipasi terkait penyebaran hoaks, penggiringan opini, maupun ujaran kebencian/fitnah.

"Menurut saya, bicara dalam konteks akademis. Menggunakan narasi G30S/PKI untuk kemudian menggambarkan situasi yang dihadapi ketika banyak hoaks, banyak fitnah, atau apalah yang istilah itu merugikan sebagai calon bupati, itu kurang bijak," kata Ikwan saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (1/11/2024).

Ikwan menyebut hal itu kurang bijak karena masyarakat harus ingat sejarah, narasi-narasi G30S/PKI, narasi komunis, itu dulu pada masa orde baru digunakan sebagai politik stigma.

"Stigma orang-orang yang berseberangan dengan rezim penguasa, dengan label-label komunis G30S/PKI," sambungnya.

Stigma politik negatif itu, menurutnya, tercatat sebagai luka sejarah Bangsa Indonesia.

"Tentunya kita semua sepakat, tidak ingin kemudian masyarakat Jember kemudian disuguhi narasi yang demikian, karena punya potensi juga untuk melukai kesadaran politik warga Jember yang sebenarnya sudah asyik," ungkapnya.

Baca juga: Gus Firjaun ke Masyarakat: Jangan Coba-coba Melakukan Pelanggaran

Kesadaran politik yang disebut asyik itu, menurut pria yang juga Wakil Dekan 3 Fakultas Ilmu Budaya Unej itu, adalah situasi dimana proses pemilu maupun pilkada saat ini.

Situasinya tidak genting dan masyarakat tidak perlu takut untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan memilih calon kepala daerahnya.

"Sehingga tidak perlu, sampai harus menggunakan narasi yang memanggil dari masa lalu G30S/PKI itu. Biasa-biasa aja, kalaupun ada hoaks, ada fitnah, atau ada apa ya, di medsos. Itu dinamika politik saat ini," ulasnya.

"Nah, bagaimana menanggapinya? Kalau memang itu kemudian salah, ya segera saja dilaporkan (ke pihak berwenang seperti Gakkumdu). Walaupun juga itu perlu dianalisis terlebih dahulu, apakah benar kemudian yang di medsos itu hoaks, ataukah itu sebagai pengiringan opini, maupun fitnah," imbuhnya.

Baca juga: Kapolres Jember Pastikan Kemasan Gula Dalam Karung Bukan untuk Serangan Fajar

Dengan menyebut dan membawa ungkapan organisasi terlarang. Lebih lanjut kata Dosen Sastra Inggris di FIB Unej ini, maka akan menyebabkan kegaduhan dan respon publik yang beraneka ragam. Mengarah pada hal-hal negatif.

"Terbukti dengan kemarin ada respon publik yang luar biasa, ada demo, ada yang saling melaporkan. Karena itu respon, ketika kemudian ada calon bupati yang menggunakan narasi G30S/PKI. Kita tidak bisa melarang respon publik itu," ucapnya.

Lebih jauh Ikwan mengatakan, terkait proses Pilkada yang mengarah pada isu elektoral. Kata pria yang juga pengamat kebudayaan ini, cukup dengan kampanye bijak. Tentang adu argumentasi mengenai visi misi yang ditawarkan.

"Itulah yang disebut edukasi sebenarnya, menjelaskan program visi kepada warga Jember. Gitu loh yang diharapkan, dan akan memilih (calon kepala daerah) mereka," tandasnya.

Editor : Aris S



Berita Terkait