Surabaya - Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan sumber energi terbarukan ramah lingkungan dari berbahan dasar bakteri limbah lumpur minyak.
Inovasi tercipta atas tingginya kebutuhan listrik rumah tangga serta antisipasi kian menipisnya subtitusi energi fosil.
Baca juga: Lima Pelaku Vandalisme di Surabaya Diciduk Satpol PP, Ini Sanksinya
Ketua Tim Gasoileum ITS Ramadhita Putra Purnomo menerangkan, oil sludge atau lumpur minyak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan maupun penyimpanan minyak mentah.
Apabila limbah tersebut akan dibuang, perlu adanya perlakukan khusus agar limbah tidak mencemari lingkungan dan tidak jarang pula membutuhkan bantuan pihak ketiga untuk mengelolanya.
“Biaya yang digunakan untuk melibatkan pihak ketiga juga tidaklah sedikit,” jelas pemuda yang biasa disapa Rama ini. Jumat (8/11/2024).
Dengan latar belakang tersebut, Rama bersama rekannya Bryllian Michael Haholongan Kendek pun mencari jalan keluar agar perusahaan di industri minyak dan gas dapat menghemat biaya operasional dari pengelolaan limbah.
Akhirnya, ditelitilah limbah lumpur minyak tersebut dan ditemukan adanya bakteri Pseudomonas Aeruginosa sebagai microbial fuel cell (MFC) yang berpotensi untuk menghasilkan energi listrik dari elektron
hasil penguraian glukosa nutrien oleh bakteri.
Sedangkan, Bryllian Michael Haholongan Kendek menjelaskan bahwa untuk menghasilkan listrik, bakteri tersebut perlu dicampur terlebih dahulu dengan nutrien yang berasal dari limbah rumah tangga, seperti sayuran atau buah-buahan.
Mulanya, secara terpisah limbah rumah tangga itu dipotong menjadi bagian kecil dan dicampurkan dengan asam klorida (HCl).
Baca juga: Perempuan Surabaya Jatuh dari Motor usai Tasnya Dijambret
“Tujuannya untuk memecah molekul glukosa nutrien menjadi lebih kecil,” kata Bryllian.
Selanjutnya, nutrien dan lumpur itu dimasukkan ke dalam tabung berukuran 1.000 mililiter yang sudah terpasang anoda dan katoda multimeter. Disusunlah campuran tersebut untuk membentuk tiga lapis
bagian dengan perbandingan 1:3.
"Dari percampuran ini kemudian akan terjadi sistem bio-elektrokimia yang mengubah glukosa nutrien menjadi elektron oleh MFC. Elektron inilah yang kemudian menghasilkan tegangan dan arus listrik,” ujar
mahasiswa Departemen Teknik Kimia ITS ini.
Lebih lanjut, Bryllian menyebut untuk mendapatkan potensi listrik yang maksimal membutuhkan waktu hingga tujuh hari. Di rentang waktu ke tujuh, energi listrik yang dihasilkan dari bakteri ini mencapai 21
watt atau setara dengan daya untuk menyalakan lampu senter.
Selain itu, efisiensi coulombic atau efisiensi elektrokimianya mencapai 5,16 persen dan 1,49 persen.
Baca juga: Unusa Digandeng Kemenkes jadi Pelopor Pertolongan Pertama Luka Psikologis
Hasil penelitian yang memuaskan ini pun telah mengantarkan Rama dan Ian menjadi juara I dalam ajang Forum Improvement & Innovation Award (IIA) 2024.
Ke depannya, Bryllian berharap agar penelitian ini mampu dikembangkan dalam skala yang lebih besar agar energi baru yang berasal dari MFC ini dapat segera diimplementasikan.
“Semoga penelitian kami juga sebagai pemacu para mahasiswa lain untuk menggagas energi baru dari limbah yang lain,” tandas Bryllian.
Editor : Aris S