Warga di wilayah Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto menjemur kasurnya usai dilanda banjir (Foto: Nana/mili.id)
Mojokerto - Banjir melanda Desa Tempuran dan Ngingasgenggong, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto selama sepekan.
Selain kerugian material, masyarakat juga butuh pemulihan ekonomi pascabanjir.
Baca juga: Tahanan Baru Digeledah, Lapas Mojokerto Gagalkan Penyelundupan Upal
Pengamat Publik, Solikin Rusli menyatakan, semua kerugian yang diakibatkan bencana alam banjir, menjadi tanggungjawab pemerintah.
Dia menganggap banjir diakibatkan keteledoran pemerintah dalam mengantisipasi datangnya bencana. Apalagi banjir yang sudah menjadi langganan setiap tahun.
"Semua yang diakibatkan oleh banjir menjadi tanggungjawab pemerintah, termasuk rumah rusak dan ekonomi yang lumpuh. Karena kewajiban mengantisipasi dan menanggulanginya menjadi tanggungjawab penuh pemerintah. Dan kejadiannya sudah setiap tahun, berarti memang pemerintah benar-benar teledor," ungkap Rusli, Senin (16/12/2024).
Dosen Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya bergelar doktor ini mengaku, program yang dinilai efektif dalam pemilihan ekonomi pasca bencana alam adalah bantuan langsung.
Sedangkan untuk rumah dan perabotan warga yang rusak bisa secepatnya dilakukan melalui program padat karya.
Bagi dia, adanya banjir di Kabupaten Mojokerto ini tidak bisa dilihat melalui sudut pandang satu daerah saja. Sebab perlu memperhatikan daerah sekitar yang dinilai berpotensi menjadi penyebab adanya banjir.
Diakui atau tidak, lanjutnya, banjir di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang dengan banjir yang ada di Desa Tempuran dan Ngingasngrembyong, Kecamatan Sooko, Mojokerto mempunyai keterkaitan. Karena ada aliran sungai yang menjadi penentu antara dua wilayah itu.
Baca juga: Gus Lukman Jabat Ketua DPC PPKHI Mojokerto Raya, Siap Bantu Masyarakat
"Kalau ini terjadi di dua wilayah kabupaten yang saling berhubungan, berarti perlu koordinasi dua arah, selain dengan antar dua pemkab tersebut, juga koordinasi dengan pemerintah provinsi," tegasnya.
Solikin menilai, banjir tahunan yang tak kunjung usai ini disebabkan lemahnya antisipasi dari masing-masing pemda.
Bagi dia, pemerintah tidak bisa menyalahkan curah hujan yang tinggi, apalagi saat ini sudah bisa dilihat di ramalan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Persoalan banjir sudah ditemukan karena eceng gondok dan sungai yang dangkal. Hanya saja, saat persoalan itu tidak diantisipasi serius di kemudian hari, dimungkinkan tahun depan juga terjadi hal yang sama.
"Seharusnnya pemkab tanggap dengan mengantisipasi penyebabnya. Kalau persoalannya karena eceng gondok yang menjadi penyebab, apa susahnya membersihkannya," imbuhnya.
Baca juga: Pasutri Mojokerto di Balik Produsen Miras Impor Palsu
Dia mengatakan, apapun alasannya, sesederhana apapun persoalannya jika tidak ditanggulangi dan dicarikan solusi, lama-lama akan menjadi persoalan yang besar dan semakin merugikan masyarakat banyak.
Hal utama adalah kepekaan pemerintah dalam menganalisis sesuatu. Ketika pemerintah sudah tidak peka terhadap lingkungan bahkan warganya, maka tidak akan bisa muncul langkah antisipatif.
"Sehingga menurut saya kepekaan itulah faktor utama penyebabnya, akibat tidak peka akhirnya tidak melakukan upaya antsipatif," tandasnya.
Editor : Narendra Bakrie