Slamet Riyanto dan istrinya saat memegang pigora anak sulungnya. (Eko Purwanto/mili.id)
Banyuwangi, mili.id - Slamet Riyanto (58), ayah pekerja migran asal Banyuwangi korban kebakaran hotel di Istanbul Turki mengaku di pingpong saat meminta pertanggungjawaban pihak agensi. Ia kecewa terhadap pihak yang menempatkan kerja anaknya tersebut justru terkesan cuci tangan.
Tak sepeserpun keluar dari kantong agensi ketika keluarga Sri Wahyuni diminta membayar biaya pemulangan. Semula, kata Slamet, ia dijanjikan akan dibantu lewat jalur donasi yang akan diusahakan agensi.
"Katanya dijanjikan agensi akan dibantu biaya melalui open donasi. Tapi ternyata sampai jenazah mau pulang juga tidak ada itu donasi," ujarnya, Rabu (05/2/2025).
Kecewa Slamet bertambah kala ia meminta pertanggungjawaban pihak agensi yang menurutnya adik korban bernama Tya itu. Saat diminta bantuan justru agensi tersebut terkesan menyalahkan.
"Bukannya membantu malah menyalahkan kami yang katanya kok gak punya tabungan. Lho ini maksudnya apa," kata Slamet.
Kegeraman Slamet tak terbendung saat menanyakan siapa agensi yang bertanggungjawab dan membantu biaya pemulangan anaknya. Ia kembali di-pingpong dari agensi satu ke agensi lainnya.
"Saat kontak mbak Tya itu saya disuruh menghubungi yang ada di Lampung. Terus oleh agensi yang ada di Lampung itu disuruh kontak yang ada di Bandung. Terus diberikan nomor agensi yang ada di Jakarta. Saat dikontak anak saya yang kerja di Taiwan itu katanya gak aktif nomornya," ungkapnya.
Tak kunjung ada kejelasan, komunikasi Engan agensi diakui Slamet makin memburuk. Keluarga Slamet pun tak mau mengandalkan agensi dan berusaha melobi biaya pemulangan jenazah lewat konsulat jenderal RI di Istanbul.
Sampai tiba waktu pembayaran pemulangan jenazah yang disepakati Rp57 juta dengan pihak rumah sakit. Biaya itu diusahakan oleh Slamet dan suami korban hanya dalam tempo satu hari.
"Kami diminta segera membayar karena cuma sehari yang bahasanya sini sampar-nyandung supaya dapat. Alhamdulillah kami bayarkan dengan dibantu bapak Krisna dari BMI," jelas Slamet.
Koordinator Advokasi Garda BMI Banyuwangi Topan Hadi Sucipto menyatakan sebelum di Turki, korban sempat bekerja di Yunani. Lantas ditawari pekerjaan di Turki ketika kesulitan kembali ke Yunani.
"Sebelumnya pernah bekerja di Yunani. Karena tiga kali gagal kembali ke negara tersebut akhirnya ditawari bekerja di Turki. Sebenarnya sudah empat bulan disana tapi di hotel tempatnya bekerja baru seminggu," jelasnya.
Pihaknya mengaku kesulitan melacak agensi yang menawarkan korban pekerjaan. Menurut informasi agensi tersebut berada di Provinsi Lampung.
"Ada dua agensi yang menurut informasi satunya berada di Lampung, Indonesia dan satu agensi lainnya di Turki. Akan tetapi kami kesulitan melacak kedua agensin itu," jelasnya.
Besarnya biaya diakui Topan Hadi sempat menghabat kepulangan jenazah ke Tanah Air. Pihaknya sempat meminta bantuan kepada pemerintah namun ditolak.
"Awalnya kita minta bantuan setengahnya dari yang diminta rumah sakit tapi pemerintah melalui KJRI tidak bisa membantu," tegasnya.
Baca juga: Terjadi Lagi, Ikan Lemuru Lompat ke Daratan di Pantai Grajagan Banyuwangi
Editor : Achmad S