Nusa Dua – Sebagai salah satu upaya meningkatkan pemahaman yang komprehensif tentang risiko kredit, BNI menyelenggarakan pelatihan Risk Awareness dengan tema Focused Proactive and Accurate Credit Process for Quality, yang dilaksanakan selama 2 hari mulai 3 sampai 4 Februari 2023. Peserta pelatihan adalah seluruh Pemimpin Risiko Kredit BNI di wilayah Palembang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, dan Manado.
Salah satu tujuan dari pelatihan ini agar peserta dapat memperoleh inisight terhadap sektor-sektor industri tertentu yang dibiayai oleh BNI, khususnya yang merupakan sektor prioritas. Salah satu sektor prioritas BNI tahun 2023 adalah sektor konstruksi.
Baca juga: Korban Kartu Tani di Probolinggo Bakal Lapor Propam Polda
Dalam rangka memberikan insight kepada seluruh peserta pelatihan Risk Awareness 2023 yang berisi gambaran terkait sektor konstruksi, key success factor dan key risk factor, Dr Ir Jamhadi, MBA, hadir sebagai salah satu narasumber dalam acara yang bertempat di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, pada Sabtu, 4 Februari 2023. Dalam acara tersebut, sebagai moderator ialah Rusdian Effendi selaku Wakil Kepala Divisi Risiko BNI.
Di hadapan para peserta, Jamhadi memaparkan beberapa hal tentang sektor konstruksi. Dijelaskan pria yang menjadi Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Dan Industri (KADIN) Kota Surabaya ini, bahwa pertumbuhan sektor konstruksi selama covid 19 posisi minus 5,39% di tahun 2020 dan tumbuh positif di tahun 2019. Sedangkan di tahun 2022 minus 0,14%, akan tetapi porsi sektor konstruksi sebesar 13,96% dari total PDB tahun 2022.
Dikatakan Jamhadi, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2022 mencapai 5,72% secara year on year. Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 ini ditopang oleh lima sektor utama, yakni industri (17,88%), pertambangan (3,47%), pertanian (12,91%), perdagangan (12,74%), dan konstruksi (9,45%).
“Kontribusi lima sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi kuarta III sekitar 66,45%. Bahkan pada APBN tahun 2023, sektor konstruksi sebesar Rp 392 triliun. Kami proyeksikan, di tahun 2023, pasar proyek konstruksi masih tumbuh. Berapa pertumbuhannya? Pasar proyek konstruksi gedung diperkirakan naik 10,13% atau Rp175,49 triliun, total tahun 2023 diperkirakan tumbuh sebesar 5,78% dibandingkan tahun 2022. Hal ini mengikuti tren kenaikan sebesar 27,77% untuk tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya, juga sektor perumahan dan industri tumbuh 31,28% dan 25,02%. Nilai proyek konstruksi tersebut diatas terdiri dari proyek gedung dan sipil lainnya, dan tidak termasuk migas. Pada tahun 2023, total pasar konstruksi Indonesia diperkirakan mencapai Rp 332,95 triliun yang mencakup 47,29% di sektor sipil dan 52,71% di sektor bangunan gedung,” jelas Jamhadi, yang juga sebagai Direktur Utama PT Tata Bumi Raya, selaku perusahan konstruksi yang telah membangun banyak proyek, termasuk hotel, apartemen, jalan tol, pabrik, dan lainnya.
Menurut Jamhadi, pertumbuhan di sektor konstruksi tersebut berbanding terbalik dengan penambahan jumlah perusahaan konstruksi di Indonesia. Tercatat, perusahaan konstruksi sebanyak 197.030 unit pada 2022. Jumlah tersebut terkoreksi 3,13% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 203.403 unit. Khusus di Jawa Timur, perusahaan konstruksi sebanyak 24.596 kontraktor.
“Peluang di sektor konstruksi membaik tapi dinamis. Untuk itu, harus lebih kompetitif dan inovatif dalam mencapai tepat biaya mutu dan waktu sesuai harapan,” ujarnya.
Lanjut Jamhadi, masing-masing proyek biasanya mempunyai karakteristik tersendiri dalam hal kegiatan yang dilakukan, tujuan dan sasaran, produk akhir. Contohnya ialah proyek konstruksi gedung, proyek industri manufaktur, proyek penelitian & pengembangan, proyek infrastruktur, proyek pekerjaan sipil, proyek pekerjaan mekanikal elektrikal.
Baca juga: Ini Motif Sekuriti Loncat dari Lantai 13 di Gedung Graha Pangeran Surabaya
Namun, dalam perencanaan hingga pelaksanaan dalam konstruksi bukan tanpa risiko. Jamhadi merinci, beberapa risiko itu diantaranya ialah risiko kontrak yang meliputi adanya keterlambatan, wan prestasi, sengketa, kerugian negara, dan tipiko (tindak pidana korupsi).
Untuk itu, guna meminimalisir risiko tersebut, diperlukan identifikasi risiko, antara lain faktor lingkungan, aset proses organisasi, pernyataan ruang lingkup proyek, rencana manajemen proyek, rencana manajemen risiko, teknik, documentation review, brainstorming, delpi, interview. root cause identification, SWOT, analisis checklist, dan teknik diagram (cause effect, flow chart). Juga membuat daftar risiko teridentifikasi, daftar respon potensial, risiko akar penyebab, kategori risiko yang up date, dan risiko proyek konstruksi.
“Pada prinsipnya sebelum proyek dimulai, ada perjanjian pemborongan yang sudah ditandatangani oleh para pihak dengan tujuan agar proyek selesai tepat BMW (Biaya Mutu Waktu) berdasarkan dokumen proyek sebagai lampirannya. Namun demikian dalam pelaksanaannya kadang terjadi resiko akibat adanya perbedaan dan perubahan. Untuk itu pelaku jasa konstruksi harus bekerja profesional dan antisipasi adaptif terhadap resiko yang mungkin timbul seperti ketidakpastian, positif dan negatif, sebab dan akibat, dan risiko diketahui dan tidak diketahui,” jelas Jamhadi, Ketua Aliansi Pendidikan Vokasional Seluruh Indonesia (APVOKASI) Jawa Timur.
“Setidaknya terdapat 8 tipe faktor penyebab risiko pada proyek konstruksi, yaitu risiko alam, risiko desain, risiko sumber daya, risiko financial, risiko hukum dan peraturan, risiko politik, risiko hukum dan peraturan, dan risiko lingkungan,” lanjut Jamhadi.
Baca juga: Sekuriti BNI di Surabaya Tewas Bunuh Diri, Teman Kerja: Istrinya Hamil 8 Bulan
Beberapa solusi dari risiko tersebut, semisal risiko sengketa bisa dilakukan melalui musyawarah, melalui pengadilan, melaui BANI (Badan Aribtrase Nasional Indonesia), dan lain-lain.
“Usulan solusi untuk sukses bisnis konstruksi ialah melibatkan perusahaan asuransi yang lebih adaptif dalam berbagi resiko, mengingat UU Jasa Konstruksi yang mensyaratkan jaminan 10 tahun pada pekerjaan struktur. Lalu adanya fasilitas factoring dihidupkan kembali dalam mengatasi delay payment dari owner proyek. Kemudian proyek swasta dari perusahaan developer sering membayar bertahap 70 persen, dan tahap berikutnya mengikuti kondisi marketing. Untuk itu, bank pemberi kredit bisa top up fasilitas pada developer dengan tambahan jaminan,sehingga kontraktor bisa dibayar tepat waktu secara penuh,” jelas Jamhadi.
“Tentu dalam usaha jasa konstruksi kita hindari adanya sengketa, namun jika itu terjadi, maka dimungkinkan perbankan bisa turut fasilitasi, yang merupakan bagian dalam solusi sengketa konstruksi. Bisa melalui musyawarah, melalui pengadilan maupun melaui BANI, dan lain-lain, termasuk apabila pemilik proyek mengalami pailit,” kata Jamhadi. (did)
Editor : Redaksi