Selamat datang di mili.id - platform berita terpercaya untuk Anda. Dapatkan informasi terkini dari berbagai kategori, mulai berita nasional hingga internasional.

China Luncurkan Patroli Laut Terbesarnya, Bakamla Ngaduh Akui Keterbatasan Armada

China Luncurkan Patroli Laut Terbesarnya, Bakamla Ngaduh Akui Keterbatasan Armada © mili.id

Coast Guard China/Foto'Mili/Tangkapan Layar

Mili.id - Untuk memperkuat armada patrolinya di Laut China Selatan (LCS), Tiongkok meluncurkan kapal Hai Xun 03, kapal tersebut dilaporkan menjadi kapal patroli laut terbesar di bawah Administrasi Keselamatan Maritim Hainan (MSA).

Hai Xun yang beratnya 5.560 ton diluncurkan pada hari Selasa 14 September 2021. Keberadaan kapal diperuntukkan membantu otoritas Hainan  menegakkan yurisdiksi secara independen.

Merujuk pada dokumen resmi Tiongkok, mereka percaya diri menganggap yurisdiksi Hainan mencakup sekitar dua juta kilometer persegi wilayah maritim.

Kendati batas-batasnya tidak dibatasi secara jelas, dan yurisdiksi itu ditolak oleh sebagian negara yang juga berada di lingkaran LCS. Sebab China hanya mengklaim hak historis atas sebagian besar LCS

Klaim China juga tak didukung hukum internasional dan mendapat pertentangan secara luas, begitu pula dengan penegasan hak mereka untuk mengawasi LCS.

Hainan sendiri, merupakan provinsi pulau di selatan daratan dan merupakan kotamadya di Kepulauan Paracel yang disengketakan, mereka mengelola klaim teritorial China di LCS.

“Selain pasukan penjaga pantai, MSA juga memiliki peran di depan kedaulatan maritim dan perlindungan hak-hak China,” catat Collin Koh, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, dikutip Pos Kupang.

Investasi kapal patrlori China dan penjaga pantai di LCS sangat banyak, mereka bahkan tidak menghiraukan kritik internasional untuk mengukuhkan dirinya sebagai pemilik tunggal LCS.

Bahkan tak tanggung klaim mereka semakin luas akan kepemilikan LCS.

Australia Pergoki Kapal China.

Semakin gencarnya China menambah pasokan armada kapalnya di LCS, Australia turut memperingatkan Indonesia, mereka mengimbau Bakamla untuk waspada akan mata mata China di laut Indonesia.

Australian Border Force menyebut telah memantau keberadaan kapal mata-mata China di dekat perairan Australia yang tak jauh dari Indonesia.

"Di Laut Natuna Utara yang menjadi ajang kontestasi overlapping klaim dengan Vietnam yang ditambah dengan dengan kehadiran Coast Guard China," ujar Laksamana Muda (Laksda) Bakamla Indonesia S. Irawan selaku Sestama, dikutip Zona Jakarta saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 1 DPR RI dengan Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla Indonesia.

Tidak hanya China, ia menjabarkan juga ada kapal milik Vietnam yang masuk perairan Natuna, dan dianggap mengganggu aktivitas pertambangan kapal Nasional. Kapal tersebut tidak terdeteksi radar, dan diketahui lewat pandangan mata saat Bakamla melakukan patroli di sekitar perairan Natuna.

"Kalau kita lihat di pantauan radar atau pantauan dari Puskodal kami, sampai saat ini di daerah overlapping itu masih ada 1, 2, 3, 4, 5, 6 kapal-kapal Vietnam, pantauan radar, termasuk kapal-kapal coast guard China," kata Irawan, dikutip CNBC.

Sayangnya, Irawan berterus terang jika Bakamla memiliki keterbatasan armada untuk menjaga perairan Indonesia.

Dan patrlori selama ini yang bisa dilakukan meminjam peralatan dari TNI. Salah satunya pesawat.

Bakamla Miliki 10 Kapal.

Untuk mendukung operasi dan pengamanan laut Indonesia di Natuna, Irawan meminta dukungan DPR, utamanya Komisi I.

Ia mengaku saat ini kapal yang dimiliki Bakamla hanya 10 kapal. Dikatakan, Kapal tersebut belum bisa beroperasi secara maksimal.

Sedangkan kondisi perairan sekitar Laut China Selatan dan Natuna Utara masih sangat dinamis. "Ini harus kita waspadai bersama. Dari RDP ini, mudah-mudahan ada suatu keputusan, jalan keluar, bantuan dari Komisi I untuk kedaulatan kita tidak bisa diinjak-injak oleh mereka itu," tuturnya.

Kehadiran kapal perang China di Laut Natuna Utara Senin (13/9/2021) membuat nelayan enggan melaut. Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri menunjukkan video dokumentasi nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur.

Dalam video itu terlihat enam kapal China berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal yang terlihat paling jelas adalah kapal destroyer Kunming-172.

”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang. Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan,” kata Hendri saat dihubungi.

Respon Koarmando TNI AL

Komando Armada I (Koarmada I) TNI Angkatan Laut menegaskan, pihaknya tak menoleransi pelanggaran kapal perang China.

Apabila mereka benar benar melakukan aktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sebab, Laut Natuna Utara merupakan wilayah operasi prioritas TNI AL, Koarmada I.

"TNI AL tidak menoleransi segala bentuk pelanggaran di Laut Natuna Utara," ujar Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Laode Muhammad kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Ia menegaskan, klaim sepihak China atas sebagian besar Laut Cina Selatan, tidak termasuk Laut Natuna Utara, yang melibatkan Filipina dan Vietnam.

Dikatakan, posisi Indonesia sampai saat ini tidak termasuk dalam negara yang mengklaim non claimant state (negara bukan penggugat).

Sementara, Indonesia dengan Vietnam belum ada kesepakatan terkait batas Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Natuna Utara. Sehinga kedua hal ini, berdampak  pada intensitas kehadiran kekuatan Angkatan Laut maupun Coast Guard  asing yang memiliki kepentingan.

Senada dengan itu, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mendesak pemerintah untuk tegas kepada otoritas China.

“Ini jelas bentuk pengingkaran atas kedaulatan Indonesia karena bukan kali pertama China mengobok-obok wilayah kita. Pemerintah seyogianya segera melakukan tindakan tegas, misalnya membekukan kerjasama bilateral dengan mereka sampai masalah ini selesai,” ujar Peneliti CENTRIS, AB Solissa kepada wartawan.

China kerapkali melakukan hal serupa. CENTRIS menyerukan agar pemerintah tekanan dan sanksi terhadap Tiongkok, bukan sekedar memanggil Duta Besar China untuk klarifikasi. Biar ada efek jera.

Seperti menyetop sementara kerja sama masuknya tenaga kerja asing (TKA) asal China atau menghentikan proyek strategis mereka di Indonesia.

“Secepatnya kerahkan kapal-kapal perang kita ke Natuna, usir mereka dari wilayah kedaulatan Indonesia. Siagakan kapal perang di sekitar lokasi objek vital negara seperti di areal pertambangan Kementerian ESDM,” pungkasnya.

Baca juga: LaNyalla: Sebaiknya Instrospeksi Soal Laut China Selatan

Editor : Redaksi



Berita Terkait