Pasuruan - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa berharap ada titik kompromi antara pemerintah daerah dengan BPS dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait data stunting, yang dinilainya tidak ada titik temu.
Khofifah menyebutkan bahwa hasil laporan e-PPGBM (Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) yang dilaporkan para bupati/walikota, datanya tidak sama dengan Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) milik Kemenkes.
Baca juga: PON XXI 2024, Balap Sepeda Jatim Kawinkan Emas di Nomor Individual Time Trial
"Jadi kalau kita koordinasi dengan bupati atau walikota, yang pasti, ini lho bulan timbang kami sekian, saya juga menyampaikan karena dua mekanisme ini harusnya ditemukan titik komprominya di mana. Kalau tidak begitu akan berseling-seling gitu," jelas Khofifah usai acara peringatan Hari Keluarga Nasional BKKBN Jawa Timur di Kota Pasuruan, Jumat (26/7/2023).
Khofifah menyebut ada persoalan substantif yang belum diselesaikan sampai hari ini, sehingga membuat data itu tidak sinkron.
Ia mencontohkan, berdasarkan data e-PPGBM per 30 Juni 2023 bulan timbang, Provinsi Jawa Timur mencatat 7,3% stunting. Namun data SSGI Kemenkes menunjukan stunting di Jawa Timur 19,2%.
Meskipun begitu, Khofifah mengungkapkan bahwa angka 19,2% di Jawa Timur itu masih di bawah nasional yang mencapai 21,6%.
"Jadi ini kan tidak ketemu," ungkapnya.
Baca juga: PON XXI 2024, 2 Atlet Biliar Putri Jatim Melaju ke Semifinal
Khofifah mengaku sudah melaporkan problem tersebut saat bertemu dengan ke Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo.
"Saya menyampaikan beberapa waktu yang lalu, Pak Hasto, kepala BKKBN, itu juga rawuh (datang), dan saya menyampaikan, pak, cocokan deh antara BKKBN, BPS dan Kemenkes, karena SSGI ini di dalam koordinasi Kemenkes. Tapi yang dirilis secara nasional adalah SSGI. Biarpun bupati, walikota, pemprov misalnya e-PPGBM kami itu 7,3%, tapi tetep yang dipakai adalah SSGI," ujarnya.
Baca juga: Konsolidasi PKS Zona 1 Jatim Pemenangan Khofifah-Emil
Khofifah juga sudah berkali-kali meminta kepada elemen masyarakat untuk ikut peduli dengan menjadi bunda atau bapak asuh anak yang terindikasi stunting.
Dia mencontohkan, untuk menjadi bunda atau bapak asuh bagi anak yang terindikasi stunting, caranya cukup mensuplai 1 butir sehari atau 30 butir telur sebulan kepada anak yang terindikasi stunting. Jika 1 kilogram telur isi 15 butir yang seharga 30 ribu, maka satu bulan butuh support Rp60 ribu.
"Kenapa terindikasi, karena belum tentu stunting betul. Bulan timbang itu kan dilihat panjang badannya, orang pendek belum tentu stunting, karena ada aspek kecerdasan di dalamnya. Maka saya sebut terindikasi stunting. Kalau stunting, pasti pendek," tandasnya.
Editor : Narendra Bakrie