Selamat datang di mili.id - Platform Berita Terpercaya untuk Anda. Dapatkan informasi terkini dari berbagai kategori, mulai dari berita nasional hingga internasional, hanya di mili.id.

KPAI Usulkan Delapan Kluster Dalam RPP Kesehatan

KPAI Usulkan Delapan Kluster Dalam RPP Kesehatan © mili.id

KPAI for mili.id

Sudah 6 bulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui Pokja RPP Kesehatan bekerja, guna memberi masukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan. Ada 8 kluster dalam RPP Kesehatan yang menjadi sorotan KPAI.

Ketua Pokja RPP Kesehatan Jasra Putra dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyampaikan ada 8 kluster yang menjadi fokus diskusi hari ini bersama Pak Menteri (9/10).

Baca juga: Pendampingan untuk Anak 14 Tahun di Jakarta Selatan

Pertama ibu, bayi, anak dan remaja; kedua penyandang disabilitas, ketiga gizi, keempat upaya kesehatan jiwa, kelima usaha kesehatan sekolah, keenam kesehatan lingkungan, ketujuh perlindungan anak dari produk zat adiktif dan rokok elektronik; dan ke delapan skema pembiayaan kesehatan anak.

Soal Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), kita melihat UKS lebih pada sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek, sedangkan yang dibawah Kemenag belum terakomodir, ini yang menjadi masukan KPAI saat kita membahas RUU Kesehatan bersama DPR RI.

Namun di UU Kesehatan yang baru, semua sudah masuk, bahkan sampai ke kegiatan keagamaannya. Terima kasih Pak Menteri, KPAI sangat mengapresiasi, atas upaya kerja keras menghadirkan UU Kesehatan yang berperspektif anak.

Kami juga menerima 64 aduan bulan ini soal akses kesehatan. Kami melakukan dengan penanganan mediasi, misal laporan layanan ganguan jantung anak yang berakhir meninggal, yang dirasa orang tua korban penjelasan dari pihak rumah sakit masih kurang.

Begitu juga peristiwa baru baru ini di Pasaman Sumatera Barat, tentang puluhan anak korban sodomi yang kesulitan mengakses visum, karena tidak ada fasilitas pemeriksaan di daerah terdekat, sehingga menggunakan pembiayaan mandiri dengan meminta warga mengumpulkan donasi untuk bisa melakukan visum korban. Ini juga menjadi perhatian KPAI, karena dukungan kesehatan sangat penting dalam mempercepat proses dan memberi akses keadilan bagi korban, serta rencana pemulihan jangka panjang.

Untuk itu terkait hal tersebut, kami mengusulkan, bagaimana agar KPAI bisa menyampaikan atau memberi masukan langsung kepada Menteri Kesehatan. Dengan memasukkan peran KPAI dalam RPP tersebut. Karena kalau melihat siklus kehidupan terkait anak, RPP ini cukup banyak mengatur terkait pelayanan dan pemenuhan hak anak atas kesehatan. Dan berbagai perkembangan aktual kesehatan anak, yang butuh keberpihakan bersama, kesepahaman bersama dalam penyelesaiannya. Yang sangat membutuhkan peran bersama.

Ketua KPAI Ai Maryati menyampaikan bahwa dirinya dan teman teman memang tidak melakukan layanan kesehatan secara langsung, namun ketika masyarakat terjadi permasalahan saat mengakses layanan kesehatan, maka KPAI memiliki kewajiban menjalankan mandat dari Presiden tentang pengawasan layanan, pelaksanaan kebijakan dan memberikan masukan.

Karena rangkaian mandat KPAI itu, menjadi bagian penting dan penentu keberhasilan layanan pendampingan anak secara keseluruhan, yang secara paralel dalam mengungkap kasus, mendorong pemberian akses keadilan, proses pemulihan; terutama ketika anak menjadi korban, saksi maupun pelaku, seperti anak anak berkonflik dengan hukum. Yang semuanya membutuhkan keberpihakan dalam akses layanan kesehatan.

Seperti memastikan kebijakan afirmatif, pengembangan sistem informasi kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan yang komprehensif, menyusun kebijakan anggaran yang inklusif dan mengembangkan mekanisme pengawasan dan evaluasi program untuk menjamin keberlanjutan program.

Karena kita punya mandat melindungi anak sejak umur 0 sampai 18 tahun, yang memper prasyaratkan sejak dalam rencana kandungan, dengan memberi derajat optimal dalam pelayanan, Yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak di bahasakan dengan upaya kesehatan yang komperhensif dan memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Jawaban Menteri Kesehatan

Mortalitas (kematian) anak di Indonesia cukup tinggi, biasanya karena prematur, berat badannya kecil, kurang gizi, atau komplikasi saat kelahiran, ada juga beberapa yang disebabkan soal genetik sebetulnya.

Yang untuk prematur ini, kita melakukannya dengan mencoba mendeteksi saat anak masih berada dalam kandungan. Di Indonesia ada 4,8 juta kelahiran bayi per tahun. Yang sebagian besar lahirnya di Puskesmas.

KPAI Apresiasi Upaya Menkes Penuhi Skrining Untuk 10 Ribu Puskesmas

Menteri Kesehatan menyampaikan dari 10 ribu puskesmas, yang punya USG hanya 2200 Puskesmas. Artinya hanya 20 persen yang bisa di USG, 80 persennya tidak, yang berujung kandungannya tidak ketahuan. Begitu lahir, sudah telat penanganan, seperti pendek, premature, kurang berat badan dan komplikasi yang dialami karena kelahiran, karena tidak terpantau.

Namun untuk di ketahui, tahun ini, semua Puskesmas sudah memiliki USG. Saya melihat ibu ibu happy dengan ini, bisa melihat pertumbuhan bayinya secara langsung. Juga mencegah kematian yang banyak terjadi, karena lahir prematur dan terlalu pendek.

Respon KPAI

Saya kira ini jadi bagian, pelaksanaan UU kesehatan yang baru tentang skrinning diperluas dalam mencegah resiko tumbuh kembang dan mencegah ke disabilitas an sejak awal.

Atasi Stunting, Menkes Bangun Sistem Rujukan Cepat

Kita juga sedang membereskan, agar semua Puskesmas, Rumah Sakit, kita bangun rujukannya dalam penanganan soal berat badan ketika anak dilahirkan. Kalau normalnya kan 2,4 kg, kalau sampai 1,8 kg dihandle rumah sakit di kota, kalau sampai 1 kg di rumah sakit propinsi, kalau kurang dari 1 kg agar bisa dihandle rumah sakit paripurnanya. Jadi ini kita tata, bangun rujukannya, karena kita butuh tata laksananya, orangnya, butuh alatnya. Karena banyak sekali bayi bayi kita meninggal karena ini.

Indonesia di dorong melakukan cek genetika bayi lahir, dalam mencegah resiko kematian anak

Baca juga: Pemerintah Terapkan MCU Gratis 2025, Pakar Kesehatan: Harus Diimbangi Monitoring

Tadi yang saya bilang, penyebab kematian anak, karena tingginya kurang, berat badan kurang, karena komplikasi setelah kelahiran, masalah selanjutnya adalah genetik. Seperti di negara Vietnam, Bangladesh, Singapura, Malaysia sudah melakukan mikro skrinning. Jadi pada saat lahir di cek kakinya, ada genetic disease apa? Beberapa bisa di treatment, asal ketahuannya dini, Indonesia belum melakukan itu. Korea sudah punya 60 cek genetic, Singapura diatas 40, Malaysia 10 sampai 12 cek. Jadi semua kelainan genetika bisa ketahuan dan bisa diobati dini, sehingga bisa sembuh.

Sebenarnya, ada satu cek genetika yang kita lakukan di Indonesia, yaitu skrinning hipotiroid. Tahun depan, saya ingin bisa dua cek.

Tahukah Kamu? 6000 Bayi Meninggal Tiap Tahun, Tanpa Bisa Di Selamatkan

Kematian anak anak juga terjadi setelah lahir 1 tahun, yang disebabkan, nomor satu infeksi pneumonia, kedua infeksi diare, ketiga kongenital (kelainan bawaan) yang di dominasi jantung karena pertumbuhan tidak sempurna (seperti bolong, bocor).

Untuk penyebab nomor satu dan nomor dua, ada vaksinasi nya. Ini yang sedang kita kerjakan.

Kemudian juga, data menuinjukkan, dari 4,8 juta bayi yang lahir setiap tahun, 1/100 nya atau 48 ribu mengalami kelainan jantung. Dari 48 ribu, 25 persennya atau sekitar 12 ribu memiliki kelainan jantung bawaan kritis. Kalau kritis artinya apa? Dalam 1 tahun harus di operasi, kalau tidak maka akan meninggal.

Problemnya kita tidak punya cukup dokter untuk operasi ini. Dari 12 ribu yang baru bisa di operasi 6000, lalu sisanya kemana? Jawabannya seleksi alam. Artinya, setiap tahun kita menghadapi resiko kematian 6000 anak karena tidak punya dokter yang cukup.

Respons KPAI

KPAI mendorong Menkes datangkan atau penuhi kebutuhan dokter untuk antrian 12 ribu anak yang mengalami kelainan jantung tiap tahunnya. Saya kira kebutuhan dokter spesialis untuk anak kelainan jantung, adalah kebutuhan yang tidak bisa di tunda. Anda bisa bayangkan 12 ribu anak antri setiap tahun, dan hanya 6000 anak yang bisa selamat. Sangat miris.

Saya kira semesta harusnya mendukung upaya Pak Menkes dan DPR RI yang sedang berfikir keras soal ini, apapun yang diputuskan, penting untuk sementara menjawab kewajiban kita, dalam pemenuhan kebutuhan darurat anak Indonesia, yaitu menyelamatkan 6000 anak yang tiap tahun meninggal tanpa bisa diobati.

Mengatasi Stunting, Menkes Ubah Strategi Dengan Lengkapi Posyandu Alat Skrinning

Menkes menyatakan, untuk tahu stunting atau tidak, kita tinggal ukur berat badannya. Mengukurnya dimana? Tentu di Posyandu. Alatnya apa? Timbangan. Dan sudah dibagikan di 10 ribu Puskesmas. Kemudian kita cek, kita datang, ditemukan 1 Puskesmas itu punya 5 posyandu. Bayangkan 1 alat di bagi 5 lokasi. Jauh jauh lagi. Seharusnya yang diberikan Posyandu. Akhirnya tahun ini sudah selesai. Ini sudah kita kerjakan. Jadi setiap Posyandu sudah punya alat skrinning.

Baca juga: KPAI Turun Tangan Dalami Kasus Perundungan Siswa SMP Disabilitas di Depok

Jadi skrinning itu kan dalam kesehatan cuma dua, pertama diagnostic dan kedua diatherapetic, analisa sakitnya apa dan obatin penyakitnya. Jadi bisa skrinning tinggi badan, berat badan, ukur suhu, ukur tekanan darah, ukur dengan oximeter untuk lihat oksigennya ada permasalahan jantung atau tidak, USG. Itu semuanya sudah skrinning. Nah itu yang kita lakukan untuk anak anak.

Respons KPAI

Saya kira Menkes terus pasang gaspol dalam percepatan mengatasi Stunting. Untuk itu SDM di Posyandu harus terus ditingkatkan, dalam penggunaan alat alat skrinning. Mengerti dan terkonek dengan sistem rujukan yang sedang di bangun Kementerian Kesehatan.

Menkes Minta Data KPAI Konek Dengan Kemenkes

Menkes meminta data KPAI bisa konek dengan Kemenkes. Menkes melihat perlindungan kesehatan hanya salah satu cara pandang, namun menurut Menkes masih ada lagi, yaitu pada perlindungan legal, perlindungan sosial, perlindungan hak pendidikan.

Begitu juga ia merasa masih kurang soal kesehatan jiwa anak. Untuk itu UKS, Posyandu kami revitalisasi. Menkes meminta KPAI jangan khawatir dan ikut memantau bersama.

UKS kita perbaiki tapi kita tambah skrinning, tidak hanya skrinning kesehatan ibu dan anak. Tetapi kesehatan anak ditambah, seperti skrinning jiwa, bullying, pressure. Karena biasanya di deteksinya sudah telat. Anak ditemukan sudah depresi, bahkan skizofrenia akibat bullying, jadi ini sangat telat. Padahal sebelumnya bisa kenali penyebabnya.

KPAI Respon UKS Memiliki Layanan Kesehatan jiwa Anak

KPAI sangat mengapresiasi Menkes akan bangun UKS yang memiliki layanan kesehatan jiwa anak. Karena kalau sudah skizofrenia, tentu sudah sangat telat. Karena pasti sudah terlalu lama bullying yang di alami anak di sekolah.

Dalam pengalaman KPAI, kepada problematika anak bunuh diri di sekolah dengan melompat dari gedung, memang terjadi deteksi yang telat soal mengenali jiwa anak Begitu juga soal ditemukannya anak anak putus sekolah karena bullying yang terus berkelanjutan. Ini menjadi persoalan paling terbelakang, karena sekolah belum bisa menangani dengan baik, kembali ke orang tua juga tidak memiliki akses dan informasi penanganan yang tepat, sehingga anak cenderung kondisinya semakin buruk Sehingga rentan mengalami, berhadapan pada perilaku yang beresiko kepada dirinya.

Penulis : Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra

Editor : Aris S



Berita Terkait