Terdakwa saat mengikuti sidang tuntutan secara daring. (M Rois/mili.id)
Pasuruan - Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pungli redistribusi tanah Kementerian ATR/BPN di Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, yang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, kini memasuki babak sidang penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tiga terdakwa yang diantaranya bernama Jatmiko selaku Kepala Desa Tambaksari, Cariadi selaku Ketua Panitia Redistribusi Lahan, serta Suwaji seorang aktivis yang diduga berperan sebagai mafia tanah yang tercatat sebagai warga Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, dijerat dengan pasal serupa.
Baca juga: Kapolres Pasuruan Pimpin Penyaluran Bansos untuk Warga Terdampak Puting Beliung
Pasal yang dijeratkan kepada mereka yakni, Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001, tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Terdakwa Jatmiko dan Cariadi dituntut pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan, serta denda Rp 50 juta rupiah. Sedangkan terdakwa Suwaji dituntut pidana penjara 2 tahun, serta denda Rp50 juta rupiah, Sidang tuntutan ini dilaksanakan Jumat (3/11) kemarin," jelas Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Raditya. Senin (6/11/2023).
Tidak hanya sampai disitu, JPU pun menuntut ketiga terdakwa untuk dijatuhi hukuman pidana tambahan uang pengganti akibat kasus dugaan pungli yang dilakukan mereka.
Agung menjabarkan jika tuntutan pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan kepada terdakwa Jatmiko senilai Rp.170.700.000, sementara terdakwa Cariadi dituntut pidana tambahan uang pengganti senilai Rp663.538.047, untuk terdakwa Suwaji dituntut pidana tambahan uang pengganti senilai Rp.36.400.000.
"Jika para terdakwa tidak membayar uang pengganti sejumlah tersebut, maka harta benda milik terdakwa dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda tersebut disita oleh Jaksa, dan dilelang untuk menutupi uang pengganti," ungkapnya.
Akan tetapi jika para terdakwa masih saja tidak membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana penjara. Artinya, masa pidana penjaranya otomatis bertambah.
"Jika terdakwa Jatimo dan terdakwa Cariadi masih tidak bisa membayar uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama satu tahun delapan bulan. Sementara untuk terdakwa Suwaji diganti pidana penjara satu tahun," tandasnya.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan Tinjau Warga Lekok Terdampak Puting Beliung
Diberitakam sebelumnya, Program redistribusi tanah Kementerian ATR/BPN yang dilaksanakan di Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan diduga menjadi ajang korupsi oleh Pemerintah Desa Tambaksari beserta kroninya.
Sehingga Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan melakukan penyelidikan, dan hasilnyamenetapkan 3 orang tersangka kasus dugaan korupsi.
Para tersangka yakni Kepala Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Jatmiko (57), dan Ketua Panitia Penyelenggara Redistribusi Tanah Pemdes Tambaksari,Cariadi (50), dan Suwaji (54), warga Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, seorang oknum LSM, yang disebut menjabat Koordinator Jatim.
"Setelah sebelumnya kita menetapkan dua tersangka yakni Kepala Desa Tambaksari dan seorang ketua panitia, dan sekarang ini kita menambah satu tersangka, oknum LSM Gema PS bernama Suwaji," jelas Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Raditya. Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi di Tubuh KONI Mojokerto Naik Penyidikkan
Adapun modus pemungutan yamg dilakukan, setiap warga penerima sertifikat redistribusi tanah dari Kementerian ATR BPN itu dimintai uang Rp 2.400 setiap meternya oleh para tersangka.
Dari pungutan senilai tersebut, setiap korban pun mengeluarkan uang bervariatif, melihat total luasan lahan yang diterima para korban.
Agung menyebutkan ada korban yang persertifikat ditarik sekitar Rp 500 ribu dan yang paling tinggi ada korban yang ditarik Rp 60 juta. Total pemohon sertifikan diketahui berjumlah 250 orang, sedangkan sertifikat yang keluar berjumlah 352 sertifikat. Artinya, per satu orang bisa punya dua sertifikat.
"Jika ditotal nantinya bisa memperoleh uang hasil pungutan sekitar Rp 2,8 miliar," ungkapnya.
Editor : Achmad S