Selamat datang di mili.id - Platform Berita Terpercaya untuk Anda. Dapatkan informasi terkini dari berbagai kategori, mulai dari berita nasional hingga internasional, hanya di mili.id.

Melihat Budidaya 2 Cabai Terpedas Ketiga di Mojokerto, Berani Merasakan?

Melihat Budidaya 2 Cabai Terpedas Ketiga di Mojokerto, Berani Merasakan? © mili.id

Yayan saat memanen cabai super pedas di dunia dalam green house hydroponikanya. Foto (Nana/mili.id)

Mojokerto - Yani Suharto (50) berhasil membudidayakan cabai Carolina Reaper asal Amerika Serikat dan Bhut Jokolia dari India dengan menggunakan sistem hydroponik. Dua cabai tersebut dikenal cabai super pedas. Maka tak heran, jika dijuluki cabai setan atau hantu.

Umumnya budidaya cabai rawit, merah keriting, hibrida, dan paprika di media tanam tanah. Berbeda dengan pola tanam yang digunakan pria asal Desa Tempuran, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto ini.

Baca juga: Sejumlah Remaja Digiring Polisi Mojokerto, Diduga Hendak Balap Liar

Yayan, sapaan akrab Yani, membudidaya cabai Carolina Reaper dan Bhut Jokolia ini dalam green house yang masih di area tempat tinggalnya.

Disana terdapat tiga petak greenhouse dan ratusan pohon cabai. Ratusan pohon cabai itu sudah mulai berbuah. Uniknya, warna dari cabai Carolina Reaper bervariasi. Antara lain, kuning, cokelat, merah, hitam, putih, dan orange. Sedangkan cabai Bhut Jokolia ungu kehitaman.

Yani saat memanen cabai yang dibudidayakan. (Nana/mili.id)Yani saat memanen cabai yang dibudidayakan. (Nana/mili.id)

Sistem pengairanya pun sudah canggih. Yayan menggunakan alat pengairan tanam yang bekerja otomatis dan tanpa listrik. Hebatnya, Yayan menciptakan alat tersebut sendiri dengan teman-temannya.

Yayan menceritakan, budidaya cabai jenis Carolina Reaper dan Bhut Jokolia dimulai tiga tahun lalu. Semula, budidaya dua jenis cabai tersebut digunkan untuk uji coba alat pengairan tanaman yang diciptakannya. Sebab, menurutnya, dua pohon cabai tersebut tergolong sulit ditanam.

Ia memperoleh bibit pohan cabai Carolina Reaper dan Bhut Jokolia dari jejaringnya di komunitas petani hdroponik Bogor. Awalnya, ia hanya menanam di satu area green houses. Berisi sekitar 100 pohon cabai.

"Sekarang kurang lebih 300 pohon cabai dengan 3 petak gren house," ujarnya .

Dua cabai ini memiliki keunggulan yang tidak dimiliki cabai lokal. Baik dari segi rasa maupun harga. Jika dibandingkan, antara cabai Carolina Reaper dan Bhut Jokolia ini juga memiliki perbedaan.

"Dulu terpedas dari India (Bhut Jokolia). Kemudian di Amerika ada yang menanam Carolina. Nah sekarang pedasnya yang dari India ini dikalahkan Carolina. Jadi kepedasan Caronlina sudah tergeser," ucapnya.

Baca juga: Pemkot Mojokerto Pastikan Stok Elpiji 3 Kg Subsidi Aman

Perbedaan lain ada di segi bentuk. Cabai Carolina Reaper memiliki bentuk khas, yaitu pendek, padat, kulit tampak keriput, dan ujungnya meruncing mirip ekor kalajengking. Sedangkan cabai Bhut Jokolia gemuk kecil dan keriput.

"Selain pedas, Carolina aroma wanginya dan ada manisnya sedikit. Bhut jokolia hanya pedas. Kalau makanan menggunakan dua cabai ini tentu sensasinya berbeda dengan cabai lokal," imbuhnya.

Harga cabai Carolina Reaper terbilang cukup mahal. Yakni, Rp 1,2 juta per kilogram (Kg).

Selama ini ia hanya menjual kepada kalangan tertentu. Itu pun tanpa menawarkan, melainkan pembeli yang datang ke Yayan. Sebab, Yayan cukup mengerti jika peminat cabai Carolina belum banyak.

"Kemarin saya lihat di platform jual beli online ada yang menjual satu biji Carolina Rp 15 ribu. Di saya juga sama saja," ujar Yayan.

Pria kelahiran Surabaya ini menjelaskan, biasanya yang mencari cabai Carolina adalah rumah makan atau restoran yang menyediakan menu makanan pedas.

Baca juga: Tanpa Libatkan Pihak Desa, Lahan di Trawas Mendadak Terbit Sertifikat

"Yang beli rutin ke saya ada dari Surabaya. Itu restauran," tandasnya.

Berbeda dengan Carolina Reaper, Cabai Bhut Jokolia harganya masih kompetitif dengan cabai lokal. Untuk sementara ini Yayan belum menawarkan apalagi menjual bebas.

Namun, ia berencana akan menjualnya dengan harga yang bersaing apabila harga cabai lokal naik. Misalnya, harga cabai lokal tembus Rp 80.000 per Kg, Yayan akan menjual cabai Bhut Jokolia Rp 85.000 per Kg.

Tak hanya budidaya, ia juga telah menyiapkan produk makanan berbahan dasar cabai Caroline. Diantara bubuk cabai, kentang pedas, dan kacang pedas.

Sejauh ini dirinya masuh menyiapkan alat untuk produksi masal dan legalitas perizinan. "Kita sedang mengurus sertifikat halal MUI. Contoh produk dan kemasannya sudah ada," pungkasnya.

Editor : Achmad S



Berita Terkait