Profesor ITS Kembangkan Fluida Superkritis untuk Bahan Baku Obat

Profesor ITS Kembangkan Fluida Superkritis untuk Bahan Baku Obat © mili.id

Profesor ITS Kembangkan Fluida Superkritis Untuk Bahan Baku Obat. (Humas for mili.id)

Surabaya - Guru Besar Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Eng Siti Machmudah ST MEng mengembangkan teknologi fluida superkritis sebagai bahan baku obat dengan pengolahan tanaman herbal.

Profesor ke 178 ITS ini menjelaskan Fluida superkritis merupakan suatu senyawa yang telah melebihi titik tekanan kritis dan suhu kritisnya. Fluida memiliki sifat gabungan cair dan gas ini memiliki fungsi sebagai pelarut murni atau media untuk proses pemisahan reaksi atau material.

Baca juga: 7 Oktober 43 Tahun Lalu, Bung Tomo Meninggal Dunia

“Fluida superkritis dapat menggantikan pelarut organik dalam proses pemisahan, sehingga hasil yang didapatkan tidak mencemari lingkungan,” tutur Prof Siti Machmudah, Senin (28/11/2023).

Dalam prosesnya, Machmudah memilih untuk menggunakan karbon dioksida (CO2) superkritis dan air subkritis sebagai senyawa dalam penelitian yang dilakukannya.

"Kedua fluida tersebut dipilih karena mudah untuk didapatkan, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Penggunaan CO2 ini pun dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang memicu global warming," bebernya

Dua senyawa ini digunakan untuk mengekstrak bahan baku obat-obatan dari tanaman herbal. Dalam penelitiannya, CO2 superkritis berfungsi untuk mengekstrak bahan baku obat antikanker dari tanaman herbal, seperti amigdalin dari biji buah loquat.

“Karbon dioksida superkritis juga bisa digunakan untuk proses mikronisasi bahan baku obat sehingga kemampuan penghantaran obat dalam tubuh dapat meningkat,” katanya.

Baca juga: Bubarkan Balap Liar, Polisi Surabaya Amankan Puluhan Motor

Selain amigdalin, tambahnya. Penggunaan CO2 superkritis ini dapat digunakan untuk bahan baku obat-obatan lainnya. Seperti beta sitosterol, licopen, lutein, beta karoten, astaxanthin, dan senyawa terpenoid.

Sedangkan air subkritis dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan bahan baku obat dari tanaman herbal seperti daun kelor dan kumis kucing yang dapat mengontrol tekanan darah dan mengobati peradangan.

Tak hanya untuk bahan baku obat, alumnus program doktoral Kumamoto University, Jepang ini juga menggagas penggunaan teknologi CO2 superkritis untuk produksi minyak atsiri atau minyak yang umumnya digunakan sebagai aromaterapi.

“Dengan CO2 superkritis, kandungan minyak atsiri pada tanaman tidak mengalami perubahan bau, warna, maupun sifat fisik lainnya,” jelasnya.

Baca juga: Mantan Anggota DPRD Bangkalan Edarkan Sabu, Disergap di Rumah Istri

Untuk mengembangkan inovasinya tersebut, perempuan berusia 50 tahun ini akan terus melakukan kerja sama dengan industri farmasi guna mempercepat hilirisasi produk.

Direktur Pendidikan ITS ini pun menyebutkan bahwa pemanfaatan inovasi tersebut dapat dikembangkan lagi tidak hanya pada sektor farmasi, melainkan juga dapat meluas hingga industri makanan dan industri kosmetik.

"Saat ini bahan baku obat-obatan masih didominasi oleh produk impor. Sehingga, inovasi ini dapat mendorong kemandirian bahan baku obat di Indonesia," pungkasnya.

Editor : Achmad S



Berita Terkait