Jember - Peristiwa atau kejadian bencana alam merupakan bagian dari salah satu kegiatan liputan yang harus dihadapi seorang jurnalis (wartawan).
Jurnalis sebagai bagian dari pentahelix, memiliki peran untuk membantu menyiarkan informasi atau penyampai edukasi kepada masyarakat, sebagai bentuk dari mitigasi bencana.
Baca juga: Mayat Lancap Ditemukan Tersangkut Batu Sungai Bedadung Jember
Menurut Humas Ahli Muda Bidang Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Theophilus Yanuarto, dalam meliput kejadian atau peristiwa bencana, seorang jurnalis harus memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan khususnya dalam peliputan bencana.
Arahan itu disampaikan Theophilus saat mengisi materi dalam acara Workshop Jurnalis Tangguh Bencana yang digelar di aula Hotel Rembangan, Jember, Selasa (28/11/2023).
"Karena aspek dan keselamatan, serta keamanan sangat dibutuhkan, secara pribadi oleh teman-teman wartawan. Khususnya ketika meliput keadaan darurat di lapangan," kata pria yang akrab disapa Theo saat mengisi materi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh jurnalis saat akan meliput peristiwa atau kejadian bencana, lanjutnya, pertama kali adalah terkait peralatan yang dibutuhkan.
"Seperti dalam liputan bencana gunung api. Teman-teman wartawan bisa menyiapkan secara mandiri, seperti topi, masker, jaket, dan lain-lain. Itu dibutuhkan secara mandiri," paparnya.
Kemudian saat berada di lokasi bencana, kata Theo, seorang jurnalis juga harus memperhatikan soal parimeter aman dari titik terjadinya bencana.
"Misalnya terkait informasi awal, terkait dengan situasi wearnest, atau kesadaran situasi. Sehingga itu membantu teman-teman media dalam meliput dan menjamin keselamatan dan keamanan kerja selama di lokasi bencana," ucapnya.
Melalui kegiatan pelatihan atau workshop terkait liputan di lokasi bencana ini, lebih jauh kata Theo, bisa menjadi bekal baik bagi jurnalis. Sebagai bagian dari bentuk tanggap bencana.
Baca juga: Penjual Mie Ayam di Jember Tetap Jaga Kualitas Sensasi Pedas Meski Cabai Mahal
"Karena ini juga konsen kita bersama dalam undang-undang tentang Kebencanaan. Media (uurnalis/wartawan) adalah sebagian dari pentahelix, karena penanggulangan bencana itu urusan bersama," ujarnya.
Senada dengan yang disampaikan pemateri dari BNPB, Kepala BPBD Jember Widodo Yulianto juga akan terus melakukan evaluasi terkait komunikasi dalam struktur pentahelix.
Diketahui jurnalis/wartawan sebagai salah satu bagian di dalamnya, serta sejauh mana pembaharuan data soal kebencanaan.
"Memang sementara ini, tadi sudah disampaikan ada kekurangan-kekurangan, selama inikan menggunakan pusat data Pusdalops itu (sebagai pusat informasi soal kebencanaan)," tuturnya.
"Diakui Ada kelemahan-kelemahan di situ. Kita juga rasakan itu saat di lapangan (penanganan bencana) didapat informasi mungkin agak berbeda. Kita harapkan setelah ini, melakukan evaluasi dan kita bersama-sama duduk bareng, membuat suatu SOP, bagaimana nanti data ini bisa satu informasi yang sama dan layak publis," sambungnya.
Baca juga: Selang Sehari, Suami yang Tenggelam Bersama Istri di Jember Ditemukan Tewas
Dimungkinkam dalam waktu dekat, akan ada pusat informasi yang berada dalam satu lokasi disebut sebagai Media Center.
"Sehingga sesuai SOP ada informasi pendataan yang benar. Juga bagaimana informasi sampai kepada masyarakat itu benar dan mengedukasi masyarakat. Inilah yang kita harapkan nanti adanya kolaborasi yang sesuai," ujarnya.
Widodo menambahkan, dari kajian yang dilakukan BPBD Jember. Tercatat ada sekitar 10 potensi bencana yang ada di Jember.
"Kalau bencana di Jember ada sekitar 10 an (potensi bencana). Diantaranya, saat musim kering ada kekeringan, dampaknya ada kekurangan air bersih, banjir, potensi tsunami, puting beliung, dan gempa. Serta potensi bencana lainnya, ada sekitar 10 yang harus diwaspadai (termasuk saat musim hujan). Kita harus pahami, dan harus siap untuk mengantisipasi bila itu terjadi. Ini semua bentuk pentahelix harus ada suatu kolaborasi dan sinergi," pungkasnya.
Editor : Aris S