Tim hibah PCU bersama warga Mojotrisno saat mencoba alat pengayak rajangan sampah. (Humas PCU for Mili.id)
Surabaya - Permasalahan sampah sudah menjadi masalah global, termasuk di salah satu daerah di Indonesia yaitu Desa Mojotrisno, Mojokerto. Setiap harinya di desa tersebut, sampah basah atau keringnya mencapai 720 kilogram per hari dan sangat berpotensi untuk diolah jadi pupuk organik dan bernilai secara ekonomi.
Melihat hal tersebut, tiga dosen asal Petra Christian University (PCU) dari berbagai perwakilan program, berkolaborasi menciptakan mesin pengayak rajangan sampah dan diserahkan ke pengurus desa yang ada di kecamatan Mojoagung, Mojokerto itu.
Baca juga: Gus Yuk Kota Mojokerto 2025 Dinobatkan, Ning Ita: Jadilah Duta Budaya Menginspirasi
Kegiatan itu dilakukan dalam Pengabdian Masyarakat hasil hibah LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah VII sebesar Rp 50 juta.
Mesin alat pengayak rajangan sampah karya tiga dosen PCU.(Humas PCU for Mili.id)
Ketiga dosen tersebut adalah Amelia, S.T., M.T., dari Sustainable Mechanical Engineering and Design; Dr. Njo Anastasia, S.E., M.T., dari Finance and Investment dan Drs. Jani Rahardjo, MBA., Tech., PH.D., dari Industrial Engineering.
Amelia selaku Ketua Hibah PCU mengatakan sebelum memberikan alat tersebut pihaknya terlebih dahulu melakukan survei di lokasi tersebut. Sehingga alat pengayak rajangan sampah itu dinilai cocok untuk dihibahkan di desa tersebut.
"Dari hasil survei itu kita menilai bahwa di desa itu memerlukan mesin pengayak sehingga diharapkan sesuai dengan kebutuhan para warga untuk membantu mengurai sampah yang ada di desa tersebut,” kata Amelia, Minggu (3/12/2023).
Jani selaku anggota tim hibah menambahkan, alat ini telah berada di Desa Mojotrisno sejak 14 Oktober 2023 yang lalu. Berbeda dengan alat pengayak pada umumnya, alat pengayak yang diberikan ini memperhatikan K3 atau Keselamatan dan Keselamatan Kerja.
“Caranya, kami menambahkan cover agar hasil ayakan tidak mengganggu kesehatan para pekerja juga. Serta melindungi pekerja dari putaran mesin dan barang-barang yang mungkin lompat dari ayakan,” tambah Jani.
Baca juga: Museum Majapahit Mojokerto Diresmikan, Simpan Ribuan Benda Bersejarah
Sejak mendapatkan hibah bulan Juni lalu, tim hibah ini langsung melakukan perencanaan sekaligus survei yang dibantu mahasiswa program Mechanical Engineering melalui program LEAP (Leadership Enhancement Program) serta Finance and Investment khusus untuk pelatihan manajemen keuangan.
Berdasarkan survei, desa ini masih membutuhkan mesin pengayak yang biasa digunakan untuk meningkatkan produktivitas proses produksi pupuk organik.
Untuk pengelolaan sampah dalam jumlah besar, warga Desa Mojotrisno belum memiliki kemampuan dalam pengelolaan pupuk baik dari sisi teknik (proses produksi) dan manajemen usaha (peningkatan produktivitas dan laporan keuangan).
Maka dari itu, tak hanya memberikan alat saja, tim hibah ini juga melakukan pendampingan secara operasional terkait penggunaan dan pemeliharaan alat serta pelatihan manajemen.
Baca juga: Polda Jatim Bangun Gedung Ketahanan Pangan, Bisa Tampung 2000 Ton Hasil Panen
Sementara itu, Maspuatin, seorang penggerak desa mengaku sangat senang dengan adanya bantuan ini.
“Bersyukur sekali dan sangat berterima kasih dengan adanya pengadaan alat ini di sini. Sebab secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan mengolah sampah yang sudah ditimbun sebelumnya,” jelasnya.
Mesin pengayak yang berkapasitas 50 kilogram/jam ini mampu melakukan pengayakan dengan ukuran maksimal 5 mm. Sedangkan di Desa Mojotrisno, sampah yang paling banyak ialah daun bambu. Butuh waktu tiga minggu untuk mengolah sampah daun bambu, mulai dari proses penghancuran, fermentasi, untuk kemudian diayak.
“Jadi harapannya hasil rajangan dari mesin pengayak ini bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas pupuk kompos," tutup Amelia.
Editor : Aris S