Riyanto saat merakit komponen pesawat RC aeromodelling buatannya agar terpasang sempurna (Foto-foto: Nana/mili.id)
Mojokerto - Di tangan Riyanto, pria di Mojokerto, limbah boks buah bisa menjadi pesawat aeromodelling dengan harga yang cukup fantastis.
Sehari-hari, pria 32 tahun ini mengerjakan aeromodelling di rumahnya Lingkungan Bancang, Keluarahan Wates, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Baca juga: Polisi Gerak Cepat Bantu Tangani Dampak Hujan Angin di Kota Mojokerto
Riyanto tampak sibuk mengukur sejumlah komponen pesawat remote control (RC) aeromodelling buatannya, agar terpasang dengan baik dan bisa mengudara sempurna.
Ia dan rekannya mengutak-atik RC aeromodelling karyanya, sembari merampungkan miniatur pesawat jenis Piper Cub. Pesawat berukuran sekitar 1 meter itu bukan terdiri dari bahan metal, melainkan dari sejenis styrofoam.
"Ini dari bahan expanded polystyrene product (EPS) foam. Sejenis styrofoam tapi lebih kuat dan padat," terang Riyanto, Kamis (14/12/2023).
Foam bahan baku merakit komponen pesawat itu memanfaatkan boks buah bekas. Pria berambut panjang ini biasa mendapatkannya dengan membeli dari pedagang buah.
Per satu boks ukuran sekitar 80 sentimeter, dibelinya seharga Rp5 sampai 10 ribu.
"Biasanya ini buat mengemas buah anggur. Saya beli bekasnya di pedagang buah atau ada agennya. Jadi ini sekaligus ramah lingkungan," jelas dia.
Menurut Riyanto, EPS foam merupakan bahan yang tepat dijadikan miniatur pesawat RC aeromodelling. Selain memiliki karakter yang paten, sekaligus memiliki berat yang relatif lebih ringan.
Sehingga, bobot total satu pesawat utuh tidak terlalu berlebihan, agar dengan mudah mengudara.
"Standar beratnya minimal 800-900 gram. Kalau tidak, kena angin bisa munting (terpelanting). Memang ada yang beratnya sampai lebih dari 2 kilogram, tapi itu butuh torsi mesin yang besar juga," terang pria yang juga perajin tas itu.
Baca juga: Hujan Angin Terjang Kota Mojokerto, Tumbangkan Pohon Hingga Rusakkan Bangunan
Riyanto mangaku, kali pertama ia terjun ke dunia RC aeromodelling sejak Tahun 2015 silam. Ia terpikat dengan keunikan dunia miniatur pesawat yang bisa diterbangkan tersebut.
"Awalnya karena tertarik uniknya itu, terus coba mengenal dengan gaung ke komunitas aeromodelling Mojokerto. Kemudian saya mencoba bikin (miniatur) sendiri," jelas dia.
Minat yang menjadi hobi itu terus ia dalami hingga menginjak Tahun 2020 saat Pandemi Covid-19 melanda, Riyanto mampu memproduksi pesawat custom.
"Lebih suka custom daripada pabrikan. Semisal ada kerusakan, kita bisa bikin body-nya sendiri. Kalau dari pabrikan agak sulit diaplikasikan dengan komponen lain," imbuhnya.
Total, sejauh ini ia sudah memproduksi sekitar 100 unit lebih pesawat RC aeromodelling. Mayoritas buatannya adalah miniatur pesawat trainer atau kelas pemula seperti pesawat Cessna, Piper Cub, ataupun Glider.
Baca juga: Polres Mojokerto Kota Gerebek Produsen Miras Impor Palsu Didalangi Seorang Wanita
"Rata-rata semingu bisa bikin satu atau dua pesawat kecil ukuran 1,2 meter, karena kita ini kan murni hand made bukan pakai mesin cetak. Untuk pelajari pola pesawat saja sekitar dua hari, belum pecah pola, potong bahan, dan sebagainya," beber dia.
Sejauh ini pembeli miniatur pesawat karyanya merupakan para penghobi RC aeromodelling yang tersebar di wilayah Mojokerto, Malang, hingga Jogja. Orderan yang masuk pun bisa meningkat dua kali lipat saat musim kemarau.
"Orderan paling banyak kalau musim kemarau, karena banyak yang main. Kalau harga bervariasi. Yang low budget Rp1,5–Rp 3 juta, kalau yang bagus ada yang sampai Rp12 juta. Tergantung kompenen mesinnya juga," bebernya.
Lantaran mampu meliuk-liuk di udara layaknya pesawat asli, sejumlah komponen elektrik dipasang di bagian sayap dan ekor sebagai perubah arah terbang. Sesuai namanya, dikendalikan melalui remote control, miniatur pesawat itu bisa leluasa bermanuver di udara sesuai kendali remot.
Menurut Riyanto, bagian tersulit memproduksi miniatur pesawat ramah lingkungan ini adalah merakit setiap komponen dengan pola sepresisi mungkin. Sebab, jika meleset sedikit saja, miniatur pesawat bisa gagal mengudara.
"Kalau jauh nggak mirip polanya, bisa monting terbangnya. Kalau sedikit meleset, gaya terbangnya bisa melenceng jauh dari yang sebenarnya. Soalnya, pola terbangnya ini juga mirip seperti pesawat aslinya," pungkasnya.
Editor : Narendra Bakrie