Selamat datang di mili.id - Platform Berita Terpercaya untuk Anda. Dapatkan informasi terkini dari berbagai kategori, mulai dari berita nasional hingga internasional, hanya di mili.id.

KTNA Jatim Usulkan Pencabutan Subsidi Pupuk untuk Petani Bermartabat

KTNA Jatim Usulkan Pencabutan Subsidi Pupuk untuk Petani Bermartabat © mili.id

FGD Ketersediaan Pupuk dan Produktivitas Pertanian (Foto: Lan for mili.id)

Surabaya - Lembaga Riset Kebijakan Publik Nagara Institute menggelar Focused Group Discussion (FGD) membahas Ketersediaan Pupuk dan Produktivitas Pertanian di Surabaya, Rabu (10/1/2024).

Secara luas, dalam FGD ini dibahas dinamika kebijakan pupuk, kapasitas produksi dan stok di tingkat distributor, gudang atau kios pengecer bersubsidi, dan alternatif skema subsidi serta perlunya aplikasi pupuk berimbang bagi petani.

Baca juga: Pasca KPK Tahan Bupati Situbondo hingga Maling Mengaku Petugas PDAM Gondol 1 Kg Emas

"Tujuan FGD ini adalah menyerap masukan tentang permasalahan ketersediaan pupuk dan menyusun formulasi kebijakan untuk perbaikannya," ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal.

Akbar menjelaskan, isu pupuk menjadi sangat krusial, karena beberapa alasan, yaitu berulangnya kasus kelangkaan pupuk yang dikeluhkan petani.

Juga kenaikan harga pangan akhir-akhir ini terutama beras, dan perkembangan kondisi pertanian, pangan global yang ditandai dengan gangguan produksi pangan, restriksi ekspor dari negara-negara penghasil pangan, serta subsidi pertanian terselubung negara-negara besar untuk melindungi petaninya.

FGD ini dihadiri pejabat pemerintah, pelaku pertanian dan industri penunjang pertanian, akademisi, serta komunitas yang relevan dengan isu pangan dan pertanian.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Sarmuji, dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil hadir sebagai perwakilan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah.

Selain itu, mewakili kalangan pelaku usaha, akademisi, dan pengamat, hadir Ketua DPD HKTI Provinsi Jawa Timur Ony Anwar, Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Profesor Mangku Purnomo, dan pengamatan pertanian Khudori.

Dalam konteks ekonomi politik Indonesia, isu ini juga telah mengemuka pada debat calon presiden Pemilu 2024 perdana pada 12 Desember 2023 lalu.

Oleh karena itu, Akbar berharap pemerintahan baru yang akan terbentuk pada 2024 harus memberi solusi atas permasalahan distribusi pupuk untuk mendukung kedaulatan pangan dan menjamin pencapaian Indonesia Emas 2045.

Dalam diskusi ini mengemuka beberapa poin utama yang dapat menjadi masukan untuk upaya perbaikan seperti perlunya peninjauan kembali skema alokasi subsidi pupuk yang sesuai dengan tujuan kebijakan, perbaikan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL) serta penyempurnaan sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK).

Juga perbaikan dan eksplorasi pengembangan skema subsidi melalui alternatif kebijakan, peningkatan efisiensi, kapabilitas dan skala ekonomi dari partisipan rantai tata niaga pupuk, perbaikan ketentuan teknis alokasi produksi pupuk untuk menurunkan biaya distribusi dan penyimpanan, dan akomodasi pemanfaatan pupuk organik atau majemuk dan pertanian berkelanjutan.

Berikutnya aspirasi bahwa kebijakan pupuk seharusnya tidak terpisah dari strategi besar penguatan pertanian dan kedaulatan pangan juga turut didiskusikan.

"Diperlukan komitmen lebih dari pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan kedaulatan pangan melalui penguatan fundamental sektor dari sisi kesejahteraan pelaku usaha tani dan keadilan alokasi sumber daya publik," jelas Akbar.

Baca juga: Prakiraan Cuaca 23 Januari 2025, 10 Wilayah Indonesia Diprediksi Hujan Sangat Lebat

"Karena itu, kebijakan subsidi pupuk juga harus diikuti oleh penguatan input pertanian pangan lainnya. Juga diperlukan penguatan dalam produksi obat-obatan, alat, mesin pertanian, dan menjamin ketersediaan benih unggul dan lahan yang produktif," sambungnya.

Alokasi subsidi pupuk 2024 yang meningkat Rp14 triliun merupakan momentum yang dapat dimanfaatkan berbagai pemangku kepentingan industri untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Akbar juga menekankan bahwa sinkronisasi kebijakan pupuk pro-petani kecil yang tidak memberatkan keuangan negara maupun daerah merupakan hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif semua pemangku terlibat dalam meningkatkan ketahanan pangan.

Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi masukan yang solutif dan implementatif bagi pemerintahan baru yang akan terpilih pada 2024 untuk meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menjadi asas pangan nasional sesuai amanat UU Pangan No. 18 Tahun 2012.

Sementara Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim, Sumrambah mengusulkan peningkatan martabat para petani dengan tetap memelihara lingkungan, dengan mencabut subsidi pupuk bagi petani.

Menurut mantan wakil bupati Jombang tersebut, pupuk kimia justru merusak unsur hara dalam tanah. Selain itu, masalah pupuk dari dulu tidak bisa diselesaikan dengan subsidi.

"Kami sudah sering diskusi soal pupuk, sehingga kami bersepakat agar pemerintah mencabut saja subsidi pupuk. Petani tidak butuh dikasihani, justru mereka harus diyakinkan memiliki nilai lebih," papar Sumrambah.

Baca juga: Lokasi Sim Cak Bhabin dan Simling 23 Januari 2025 di Surabaya

Sumrambah menyatakan bahwa subsidi pupuk lebih cenderung ke persoalan gimik politik. Sebab, petani tidak pernah terlindungi secara utuh.

"Kebijakan tidak pernah konsisten, sesuai angin berhembus kemana dan lagi terlalu bikrokratif bagi petani untuk menebus pupuk. Subsidi dicabut saja, biarkan harga gabah naik, mekanisme pasar dan petani nanti yang berjalan," ungkap dia.

Dia berharap, subsidi bisa dialihkan ke penyiapan sarana dan prasarana atau infrastuktur penunjang pertanian lebih ditingkatkan.

Hal sama dikatakan Bupati Ngawi, H. Ony Anwar Harsono. Menurutnya, masalah pupuk sudah terlalu lama carut marut.

Ony yang didapuk menjadi salah satu pemateri pada FGD tersebut mengatakan bahwa usulan pencabutan subsidi pupuk menjadi puncak masalah yang dihadapi karena terlalu banyak yang perlu diperbaiki dan tidak selesai-selesai.

"Tentu tidak serta merta langsung dicabut. Ini menjadi gambaran betapa banyak sekali masalah yang dari dulu tidak selesai-selesai dan salah satu solusi dengan memperbaiki sarana penunjang pertanian," terang bupati yang banyak memiliki program pertanian di daerahnya tersebut.

Editor : Narendra Bakrie



Berita Terkait