Surabaya – Abdul Karim, pria asal Jalan Bulak Banteng Perintis, Surabaya keluhkan pengenaan tarif Rp 29 juta, untuk pemindahan tiang listrik PLN menancap di teras rumahnya yang berada di Jalan Tambak Wedi Lama.
Keberadaan tiang listrik besar itu dinilai mengganggu Karim, sebab rumahnya itu akan dilakukan renovasi dengan harapan supaya laku dikontrakan.
Baca juga: Dampak Hujan Angin di Surabaya
"Itu kan tanah rumah hak milik saya, saat saya mengajukan keluhan untuk pemindahan tiang listrik ke PLN, kok malah diberikan tarif Rp. 29 juta," kata Adbul Karim, Minggu (14/1/24) sore hari.
Alasan memindahkan tiang listrik PLN, Karim menyebut sudah disampaikan sejak 2 bulan lalu kepada PLN setempat, di Kantor Kenjeran.
Katanya, saat itu tidak mendapatkan balasan, dan diajukan pengaduan kembali 1 bulan setelahnya, hingga mendapat balasan pada 5 Januari 2024 kemarin.
"Menerima balasan tersebut tidak puas, justru tersendat dalam hati karena untuk memindah saya harus bayar 29 juta rupiah sekian," terang Karim.
Surat balasan dari PLN.(Foto: Tim lipsus/mili.id)
Padahal, lanjut Karim, dia hanya ingin rumah itu diperbaiki karena sejak tahun 2013 di beli. Rumah tersebut tidak ada yang berani menyewa kontrak karena terhalang tiang PLN.
Baca juga: Pohon Tumbang Timpa Mobil Satpol PP dan Motor saat Hujan Angin di Surabaya
"Orang tak ada yang mau mengontrak rumah saya, gimana mau ngontrak, tiang listrik PLN itu ada tepat di depan pintu utama," paparnya.
Melihat biaya dikenakan PLN besarnya minta ampun segitu. Karim hanya bisa pasrah, dan memilih dibiarkan kosong dan tidak direnovasi.
Sehingga, sampai sekarang Karim mengaku masih tidak habis pikir dengan arah aturan kebijakan PLN perusahaan BUMN itu yang dinilai sarat, menjatuhkan biaya Rp 29 juta di atas bangunan tanah rumahnya.
"Rp29.171.711 ini dikenakan belum termasuk biaya materai. Tidak tahu, pasrah saja," tandas Karim.
Baca juga: Persebaya Kontra Arema Berjalan Aman, Kinerja Polrestabes Surabaya Diapresiasi
Kasus ini akhirnya mendapat sorotan Pengacara di Surabaya Cak Sholeh. Pihaknya kemudian mendatangi kediaman Abdul Karim dan membantu memviralkan kasus ini lewat program No Viral No Justice.
"Hanya membantu memviralkan. Intinya itu ditanam di tanah warga akhirnya dibangun rumah. Sekarang setelah pemilik tanah minta dipindah, PLN minta uang Rp 29 juta," katanya
Menurut Cak Sholeh, memang lebih dulu berdiri tiang listrik tersebut daripada rumah Abdul Karim. Namun, tiang itu berdiri di atas tanah milik Abdul Karim.
"Jelas dulu tiang listrik. Tanahnya konsumen itu didirikan tiang sama PLN," tegas Cak Sholeh yang merupakan kader Partai Nasdem ini.
Editor : Redaksi