Ilustrasi
Mili.id - Berkumpulnya sejumlah eks Senopati Kerajaan Singosari ditambah lagi kehadiran Ronggolawe dari Madura di Desa Majapahit atau Wilwatikta membawa angin segar bagi Wijaya
Di hadapan pengikut setianya itu, Wijaya tidak ragu lagi mengungkapkan keinginannya untuk makar atau memberontak terdapat Jayakatwang, Raja Daha, Kediri
Baca juga: Terpilih Duta Genre, Remaja di Kota Mojokerto Ini Siap jadi Agent of Change
Sekaligus melepaskan status Desa Majapahit dari kekuasaan Daha, dan menumbangkan kejayaan Jayakatwang.
Setelah mendengar pengakuan Wijaya, selanjutnya pembantu Wijaya kerap melakukan perundingan rahasia, bahkan sampai pembacaan strategis, dimana yang jadi fokus pembahasan terkait kelengkapan senjata, kereta perang, perbandingan prajurit dan sebaran telik sandi yang disusupkan, di samping pemetaan perjalanan menuju Daha.
Wiraradja Bawa Gerbong Pasukan Madura
Tukar pikiran seputar gerakan kudeta terhadap Jayakatwang terus berlangsung hingga datangnya Arya Wiraradja dari Madura.
Arya Wiraradja sebagaimana janjinya akan datang berkunjung ke Desa Majapahit dengan membawa rombongan pasukan dari Madura untuk membantu Wijaya menyerang Daha.
Kedatangan Wiraradja dengan gerbong Madura nya disambut gegap gempita oleh Wijaya dan pengikutnya sebagai tamu kehormatan.
Dalam suatu pertemuan Arya Wiraradja menyampaikan rencananya terkait penyerangan ke Daha. Sekaligus meminta maaf sehubungan dengan Mongol atau pasukan Tartar.
Dalam pemaparannya Wiraradja menegaskan bahwa ia telah mengirimkan surat ke Kaisar Mongol, yang mana dalam surat tersebut bersiasat menjanjikan dua Putri Tumapel sebagai hadiah jika berhasil membantu menumbangkan Daha.
Wiraradja pun menerangkan bahwa Kaisar Tartar telah menjawab surat tersebut dan menjanjikan pasukannya akan datang ke Jawa pada bulan Waisaka.
Debat Sengit, Wiraradja Angkat Suara.
Dalam perundingan selanjutnya, dalam melakukan serangan ke Daha, Ronggolawe memaparkan pasukan Majapahit harus dibagi dua bagian, satu pasukan berangkat ke utara melalui jalan raya dan Lingga Sana
Sedangkan satunya lewat selatan melalui Singasari dan Sida Bawana, yang mana Kuwu nya memihak Majapahit dan dua putranya telah diberi jabatan oleh Wijaya.
Setelah melewati Sida Bawana, Lawe mengaskan pasukan Majapahit nantinya menelusuri Lawor yang orang-orang nya juga pro Majapahit.
Di samping itu, Ronggolawe juga mengusulkan pasukan pertama di pimpin Wiraradja dan kedua adalah Wijaya.
Ia menegaskan bahwa dirinya akan memperkuat pasukan Wijaya dan semua pasukan akan bertemu di Pareppek.
Baca juga: Jelang Hari Raya Idulfitri, Kodam V/Brawijaya Sediakan Bazar Murah di Empat Titik
Namun usulan Ronggolawe tidak serta merta diterima oleh kesatria yang hadir, sehingga perundingan jadi alot dan menimbulkan perdebatan sengit dikalangan pejabat Wijaya
Di forum Ronggolawe menegaskan pula, perang atau makar harus memiliki perantara, jika tidak maka Wijaya bakal dituduh tidak tahu diri, tidak berterima kasih dan tidak punya balas budi pada Jayakatwang
Karenanya lawe mengusulkan agar Wijaya mengirimkan utusan terlebih dahulu ke Daha guna mengultimatum Jayakatwang agar kedua Putri Kertanegara (Tumapel) yang di tawan di kembalikan
Jika permintaan itu ditolak, Lawe berkata lantang 'perang itu memiliki alasan kuat'.
Namun, Lembu Sora atau Sorandaka yang merupakan paman Ronggolawe berbeda pandangan, Sora lebih memilih memberontak atau makar saja tanpa menggunakan alasan apapun.
Sebab Daha akan menyiapkan pasukannya dan lebih siap perang. Sehingga kekuatan Majapahit tidak seimbang bila di bandingkan dengan tentara Daha.
Pendapat Sora ini, rupanya mendapat dukungan kuat Gajah Pagon dan yang lain.
Sementara Nambi mengusulkan agar Majapahit terlebih dahulu melakukan diplomasi diam diam ke sejumlah pejabat penting Daha, agar mereka terpikat memihak Majapahit.
Dengan demikian mereka akan sesuka hati berbelok melawan junjungannya dan mengerahkan pasukannya mengepung Daha. Melalui pengepungan tersebut, usul Nambi, Jayakatwang dipaksa untuk menyerah.
Baca juga: Pangdam V/Brawijaya Beri Pembekalan Ratusan Prajurit Yonif Raider 500/Sikatan
Namun usulan ini ditolak oleh Podhang, Panji Asmara Jaya, Jaran Waha dan Kebo Bungalan, mereka menyatakan lebih baik berterus terang dan blak blakan dalam melakukan makar.
Pendapat ini langsung disetujui oleh Ronggolawe yang memang suka blak blakan dan terus terang.
Kendati begitu, perundingan belum menemukan titik temu, menyebabkan perdebatan makin sengit.
Melihat forum kian tak terkendali, Wijaya pun minta saran Arya Wiraradja yang terkenal dengan siasat ulungnya.
Diminta Wijaya, Akhirnya Arya Wiraradja pun angkat suara. Ia mengungkapkan dalam melakukan serangan ke Daha tidak usah terburu nafsu.
Wiraradja meminta semua pejabat Wijaya bersabar dan menunggu tentara Mongol atau Tartar datang dari Tiongkok.
Atas usulan itu, Wijaya pun menyepakatinya, dan semua yang hadir dalam perundingan juga menyatakan sependapat dengan usulan Wiraradja.
Editor : Redaksi