Surabaya - Untuk meningkatkan efisiensi operasional industri, konsep manajemen kinerja terus mengalami evolusi.
Meninjau hal tersebut, Guru Besar Ke-197 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Dr Ir Patdono Suwignjo menggagas sebuah kerangka pengelolaan kinerja untuk proses inovasi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia.
Baca juga: Sergap Kurir Narkoba, Polisi Surabaya Sita 12 Poket Sabu 10 Gram Lebih
Profesor dari Departemen Teknik Sistem dan Industri ITS ini mengungkapkan bahwa evolusi manajemen kinerja bermula dari sistem pengukuran kinerja yang berbasis keuangan. Sistem yang berkembang pada tahun 1800 hingga 1900 Masehi tersebut menggunakan pendekatan finansial untuk mengevaluasi kinerja perusahaan.
"Namun, sistem tersebut memiliki sejumlah kekurangan," ujar Patdono dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai profesor di ITS beberapa waktu lalu.
Laki-laki asal Kota Kediri ini membeberkan, sistem pengukuran kinerja yang berbasis finansial cenderung mengukur pada periode tunggal dalam jangka pendek.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan tidak memiliki gambaran yang jelas untuk memperoleh keuntungan secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, Patdono mengkaji sistem pengukuran kinerja dengan pendekatan kuantitatif atau Quantitative Models for Performance Measurement Systems (QMPMS).
Terdapat tiga langkah utama dalam QMPMS, yaitu dengan mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kinerja, kemudian menyusun faktor-faktor secara hierarki, dan mengukur pengaruh faktor terhadap kinerja. Ketiga langkah itu menginspirasi Patdono dalam merancang kerangka pengukuran kinerja untuk proses inovasi.
"Belum ada sistem pengukuran kinerja lain yang mengukur dampak dari berbagai faktor," jelas mantan Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi (Iptek), dan Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI tersebut.
Berdasarkan penelitiannya terhadap berbagai sistem tersebut, Patdono menyusun kerangka kerja faktor-faktor keberhasilan proses inovasi di BUMN Indonesia.
Terdapat 8 faktor yang menjadi tolok ukur, yakni input, push factor dan pull factor, strategi, budaya, proses, outputs dan outcomes, serta difusi.
Baca juga: Diringkus Polisi Gegara Judi Online, Pelaku: Sering Kalah Pak
"Dari delapan faktor ini kemudian ada 28 indikator keberhasilan," sambung alumnus S1 Teknik Mesin ITS itu.
Dalam kerangka kerja tersebut, dilakukan identifikasi faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) dari perusahaan.
Dosen berusia 65 tahun ini memaparkan bahwa push factor merupakan faktor eksternal yang mendorong industri melakukan inovasi. Sedangkan, pull factor adalah kebijakan yang ada di dalam perusahaan untuk berinovasi.
Selanjutnya adalah analisis proses inovasi yang dilakukan perusahaan tersebut. Melalui analisis proses inovasi, Patdono menyampaikan, diperoleh hasil pada outputs dan outcomes untuk kemudian diukur pada tahap difusi.
Seluruh hasil analisis pada kerangka kerja tersebut ditinjau dalam tahap difusi untuk memperoleh langkah bagi perusahaan supaya inovasi dapat diimplementasikan.
Baca juga: Bubarkan Tawuran, Polisi Tangkap 6 Remaja di Surabaya
Kerangka pengelolaan kinerja yang dicanangkan oleh Patdono ini dapat membantu perusahaan tetap bertahan dan memiliki daya saing selama 30 tahun ke depan. Menurutnya, salah satu kunci bagi suatu perusahaan dapat berkelanjutan adalah dengan terus melakukan inovasi.
"Oleh karena itu, kerangka kinerja ini disusun untuk mengelola kinerja proses inovasi secara komprehensif," tegasnya.
Melalui kerangka pengelolaan kinerja ini, Patdono berharap dapat membantu BUMN Indonesia untuk bersaing di kancah internasional. Pembaharuan keilmuan yang ia prakarsai hingga berhasil menyematkan gelar akademik tertinggi di depan namanya itu merupakan anugerah dari Tuhan dan dukungan orang-orang terdekat.
"Saya amat bersyukur karena gelar ini adalah berkat dukungan mereka," jelas profesor yang juga pernah menerima penghargaan Angka Nitisastro tersebut.
Editor : Narendra Bakrie