Selamat datang di mili.id - platform berita terpercaya untuk Anda. Dapatkan informasi terkini dari berbagai kategori, mulai berita nasional hingga internasional.

Pernikahan Kambing dan Manusia Disebut Ritual Budaya, Bukan Melecehkan Agama

Pernikahan Kambing dan Manusia Disebut Ritual Budaya, Bukan Melecehkan Agama © mili.id

Taufik Hidayat bersama budayawan saat menjelaskan video viral perkawinan manusia dengan kambing di depan kantor MUI Gresik

Mili.id – Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), M Taufik Hidayat mendatangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik pada Senin, 13 Juni 2022. Kehadiran pria yang kerap dijuluki Taufik ”Monyong” ini untuk meluruskan perihal statemen MUI Gresik yang menyebut pernikahan antara manusia dan kambing di Kabupaten Gresik merupakan pelecehan agama.

Selain Taufik Hidayat, hadir pula Arif Saifullah, Gus Satria, dan beberapa orang. Mereka ditemui oleh KH Mansoer Shodiq selaku Ketua MUI Gresik dan jajaran. Dalam paparannya, Taufik Hidayat menegaskan bahwa pernikahan antara manusia yang diperankan oleh Saiful Arif (44 tahun) dengan seekor kambing yang diberi nama Sri Rahayu bin Bejo pada Minggu, 4 Juni 2022, di Pesanggrahan Kramat "Ki Ageng", di Desa Jogodalu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, merupakan peristiwa ritual kebudayaan bukan ritual keagamaan.

Baca juga: Khofifah dan PWI Jatim Temui Menteri PKP Bahas Rumah Subsidi Bagi Wartawan dan Buruh

Menurutnya, peristiwa kebudayaan adalah manifestasi dimana kebudayaan ini juga memiliki dasar hukum yang sama. Dimana orang yang melakukan aktivitas kebudayaan dalam rangka melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya itu dilindungi oleh Undang Undang (UU) nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Apabila ada orang yang mengganggu aktivitas ritual budaya tersebut atau mengganggu aktivitas kebudayaan tersebut maka akan mendapatkan sanksi pidana yaitu 10 tahun penjara,” tegas Taufik Hidayat.

Merespon adanya ritual kebudayaan disebut pelecehan agama dan dilaporkan ke Polres Gresik, Taufik menegaskan bahwa Dewan Kesenian Jawa Timur siap memberikan advokasi atau bantuan hukum dan menjelaskan ke pihak-pihak terkait jika acara simbol kebudayaan tersebut menjadi polemik di masyarakat dan masuk ke ranah hukum.

Baca juga: Meningkatkan Kesadaran Hukum di Kabupaten Mojokerto dengan Norma Agama

“Nilai penting yang terdapat dalam pelaksanaan kegiatan pernikahan antara manusia dan kambing yang menjadi simbol atau ritual kebudayaan beberapa waktu lalu salah satunya ialah masyarakat Indonesia jangan mau diadu domba. Itulah kenapa, domba yang dipilih sebagai pasangan Satrio Piningit bukan burung. Dan lagi, nama manusianya ialah Satrio Piningit bukan Saiful Arif, karena itu simbol budaya. Dan itu bukan pernikahan secara agama tertentu, dan saat akad pun yang dibacakan syair bukan lantunan ayat-ayat suci agama tertentu. Makanya, masyarakat termasuk tokoh agama jangan mudah di adu domba karena hanya melihat tontonan dari media yang sepotong-potong,” tegas Taufik Monyong.

Dijelaskan Taufik, perkawinan antara orang dan kambing seperti yang dilakukan pelaku budaya di Gresik ialah peristiwa ritual budaya sebagai simbol untuk mengungkapkan sebuah pengagungan terhadap nilai-nilai luhur dan diekspresikan di dalam bentuk ritual upacara kakawin. Namun, kata Taufik, Kakawin ini adalah simbol, bukan orang kawin dengan kambing

“Mulai kapan ada orang yang kawin dengan kambing. Ini simbolisasi bukan kawin manak. Kakawin mara Gusti, jangan sampai kita kawin dengan sifat hewan. Makna itu yang dilakukan oleh kawan-kawan Budayawan di Gresik. Mari kita baca makna dan filologi filsafat Jawa, makna-makna yang terdapat nilai-nilai ritusnya. Kalau diambil sepotong-potong dan disebut penistaan itu salah. Kita tidak ada hubungannya dengan agama. Hubungan kita dengan Leluhur ialah hubungan dengan adat istiadat yang diajarkan di Tanah Nuantara Jawa ini,” jelas Taufik.

Baca juga: Tekan Angka Pernikahan Dini, MUI Jatim Gandeng Unzah Genggong Probolinggo

“Disitu sebelum kegiatan perkawinan, terdapat gong yang dipukul beberapa kali. Gong itu disimbolkan guru sejati. Gong itu menandakan diri kita melepas dari sifat egoisme, sifat sombong dan takabbur,” lanjut Taufik. (*)

 

Editor : Redaksi



Berita Terkait